Dara-Dara Muda 4 Birahi Terbalut Ilusi

Gina masih terbaring lemah di atas ranjang. Gadis cantik itu masih terlihat terlelap dalam posisinya semula. Namun beberapa saat kemudian Gina tubuh molek itu terlihat sedikit bergeliat dan bergerak lemah di balik selimut. Kesadarannya nampaknya mulai bangkit secara berlahan. Suara nada sambung ponsel yang sedari tadi mengalun kencang diseluruh penjuru kamar, agaknya mau tidak mau membuat Gina menjadi tersadar dari tidurnya. Berlahan Gina bangkit dan terduduk di ranjang. Seketika itu pula selimut yang tadi menutupi sekujur tubuhnya menjadi tersingkap. Kini tubuh atas Gina menjadi terekspos dengan bebas. Bukit kembarnya nan padat dipenuhi oleh bekas-bekas cupangan berwarna kemerahan itu pun terlihat begitu menggoda.

Suara ponsel berhenti bersuara untuk beberapa saat. Gina terlihat masih berusaha untuk mengembalikan kesadarannya secara penuh. Sejenak ia memandang ke sekeliling tempatnya berada kini. Akhirnya memori otaknya mulai bisa menyadari kalau saat ini ia masih berada di kamar hotel tempat ia dan Om Herdi merengguk kenikmatan birahi. Ketika Gina hendak menggerakkan tubuhnya, rasa sakit dan perih kembali menderanya. Agaknya percintaan kasar yang dialaminya beberapa saat lalu masih menyisakan sedikit rasa sakit dan perih di beberapa bagian tubuhnya. Gadis cantik itu pun masih bisa merasakan rasa lengket bekas-bekas sperma yang melekat disekujur tubuhnya, walaupun sudah mengering.

“Eerrgg…”, Gina merenggangkan tubuhnya dengan susah payah.

Setelah jeda beberapa detik, kembali nada ponsel miliknya berbunyi. Kini mau tidak mau Gina harus beranjak berdiri dari atas ranjang. Ia merasa harus mengangkat ponselnya tersebut, karena bisa saja yang menelpon itu adalah sang mama yang ingin mengecek keberadaannya. Dililitkannya selimut untuk menutupi ketelanjangan tubuhnya dan juga melindunginya dari hawa dingin AC di kamar itu. Dengan berlahan ia beranjak turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju meja kecil dimana ia meletakkan tas gendongnya. Suara ponselnya terdengar semakin kencang ketika gadis cantik itu mengeluarkannya dari dalam tas. Dilihatnya nama yang tertera di layar ponselnya. “Hanny”.

“Hai Han…”, ucap Gina serak.

“Hai Gin, sorry ganggu nih”.

“Nggak apa-apa Han, emang ada apa?”, sekilas Gina melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga kurang beberapa menit.

“Gini Gin, gue mau ngomong soal kejadian tadi siang”.

Sejenak Gina mengerutkan keningnya berusaha mengingat kejadian yang dimaksud oleh sahabatnya tersebut. Karena kondisinya yang memang belum tersadar sempurna, Gina terlihat agak kesulitan mengingat kejadian-kejadian yang dialaminya hari ini.

“Yang mana ya Han?”.

“Hhhmm…”, terdengar gumaman di ujung telepon. “Yang di kamar Nietha…”.

Bayangan Gina pun langsung melayang ke tempat kejadian yang dimaksud oleh Hanny. Memorinya masih cukup segar mengingat kejadian tersebut. Kejadian saat ia “mengajari” Hanny kenikmatan bercumbu wilayah dada.

“Oh… emang kenapa Han?”, Gina merasakan kakinya masih terlalu lemas untuk berdiri terlalu lama. Maka ia pun berjalan kembali menuju ranjang dan kemudian duduk di pinggirnya.

“Tolong lu jangan cerita ama yang lain ya, sumpah gue malu banget…”.

“Ya ampun Han, emang lu pikir gue bakal cerita soal itu ke temen-temen? Lu tau gue kan Han? Gue sih emang cerewet tapi gue ini nggak ember kale”.

“Makasi ya Gin…”.

Artikel Terkait Umum

Arsip Blog