Lady In Red

Kisahku berawal dari perkenalanku dengan seorang pengunjung cafe, yang cukup terkenal di lokasi pariwisata yang bersebelahan dengan pulau Bali. Namaku Adietya dan aku seorang pemain musik di cafe, yang mana di cafe tersebut kita bermain bertiga, satu memegang melody satunya lagi memegang biola, dan aku memegang rythm sekaligus vokal.



Seperti pada umumnya cafe yang menawarkan musik hiburan dengan live accoustic, malam itu yang kebetulan bersamaan dengan malam minggu, cafe sudah dipenuhi dengan pengunjung yang rata-rata anak muda semenjak pukul 20.00 kebanyakan dari mereka berpasang-pasangan. Diantara sekian banyaknya pengunjung, ada satu kelompok beranggotakan 3 cewek cantik, salah satu diantaranya adalah Cornelia nama gadis yang berambut sebahu lebih dan berkulit mulus, tingginya kira-kira 170 dengan dipadu gaun malam warna merah yang cukup sexy yang menonjolkan lekuk tubuhnya yang menggiurkan dengan ukuran dada 36c, ukuran dadanya aku ketahui setelah malam itu aku dan Cornelia mereguk kenikmatan berasama di sebuah hotel di kawasan wisata tersebut.

Perkenalanku dengan Cornelia, secara tidak sengaja, diawali dengan sebuah permintaan lagu yang mana pada saat itu pengunjung cukup menikmati suasana romantis yang di dukung penampilan dari beberapa lagu-lagu yang aku bawakan bersama teman-temanku, cukup membuat susana sedikit syahdu.

Pada saat itu seorang waiter datang dengan secarik kertas yang berisikan permintaan lagu dari meja yang di sudut dekat taman kecil yang isinya minta dibawakan sebuah lagu yang berjudul "Lady in red." Tak lama berselang setelah aku berkomunikasi dengan pengunjung, aku menyebutkan bahwa ada permintaan lagu special dari meja sudut, yang aku lanjukan dengan memetik senar gitar dan melantunlah sebuah lagu romantis yang diminta oleh Cornelia.

Setelah lagu itu usai aku sempatkan memandang kearah meja yang disudut yang berisikan 3 cewek cantik-cantik yang mana Cornelia memberikan senyumnya yang manis, sambil mengucapkan sepata kata yang nggak terdengar dengan jelas.

Setelah show sekitar 1 jam aku dan teman-temanku break sebentar, ketika aku turun, aku melihat cewek yang bergaun merah di 3 kelompok cewek cantik-cantik, melambaikan tangannya. Dengan sedikit berdebar aku berjalan kearah mereka. Aku mengulurkan tangan sebagai tanda keramah-tamahan terhadap pengunjung cafe, sambil menyebutkan namaku, "Adietya "! ujarku.
Dan disambut dengan cewek yang bergaun merah "Cornelia," ujarnya, diiringi senyumnya yang menawan. Setelah itu dilanjutkan dengan kedua orang temannya yang aku nggak begitu hafal nama-nama mereka.

Kemudian dia menawarkan aku untuk duduk bergabung dengan mereka sambil menawarkan minuman kepadaku "Kamu boleh pesan minuman apa aja yang kamu suka," kata Cornelia kepadaku.
Setelah aku duduk, tak lama kemudian Cornelia bilang, "Thanks ya.. sapa nama kamu tadi "?
Yang aku lanjutkan menyebutkan namaku sendiri "Adietya."
Kemudian Cornelia melanjutkan kalimatnya yang terpotong tadi, "Thanks ya diet atas lagunya, aku begitu bahagia malam ini, karena lagu yang kamu bawakan untukku tadi."
Aku hanya tersenyum kecil sembari berkata, "Aku juga suka kok lagu itu Lia.. hey, bolehkan aku panggil kamu dengan sebutan itu?" tanyaku kemudian.
Cornelia menganggukan kepalanya sambil berkata, "Aku suka kok kamu memanggil aku dengan sebutan itu."

Sekitar jam 23.00 pertunjukan live accoustic selesai, para pengunjung tinggal beberapa aja yang masih bertahan di meja masing-masing. Di meja sudut, Cornelia dan kedua temannya masih juga asyik dengan obrolannya. Setelah ngobrol sebentar dengan teman-teman musikku, kemudian aku berjalan ke arah meja Cornelia, sewaktu acara break tadi dia pesan kalo sudah usai pertunjukan aku diminta untuk datang ke mejanya.
"Hey.. asyik banget obrolannya.. boleh gabung nggak?" ujarku sambil duduk.
"silahkan diet.. lagian aku khan yang minta kamu datang ke sini," ujar Cornelia.
Selama 20 menit di meja mereka, aku banyak diamnya, karena aku belum terbiasa dengan dikelilingi 3 cewek cantik-cantik.
"Diet.. anterin dong kita pulang ke hotel, sekalian ada yang aku mau bicarakan berdua dengan kamu," ujar Cornelia memecah kesunyian.
"Baiklah kalo begitu," ujarku kemudian sambil menenteng gitarku.
Setelah membayar makanan dan minuman, kita berjalan kaki menuju hotel mereka menginap yang ternyata tak jauh dari cafe itu. Sesampainya di hotel, kedua temannya langsung masuk ke dalam kamar, kecuali Cornelia yang masih berdiri di depan pintu kamar sembari mengatakan sesuatu kepada dua orang temannya yang kelihatan sudah mulai ngantuk.

Setelah menutup pintu kamarnya kembali, Cornelia berjalan kearahku, yang aku lanjutkan dengan berkata, "Kita ke pantai di depan hotel ini yuk.. kamu cerita disana aja nanti, lagian disini susananyakurang bagus dan takut mengganggu kedua teman kamu."
Cornelia hanya mengangguk kecil, "Boleh deh, lagian kayaknya aku belum pernah duduk di pinggir pantai malam hari." lanjutnya kemudian.

Dengan diterangi lampu taman hotel yang menjorok ke arah pantai yang cahanya sedikit terhalang oleh pepohohan yang cukup rindang, aku dan Cornelia duduk di hamparan pasir. Sambil duduk mendekap kedua lututnya mulailah Cornelia bercerita.
"Diet.. makasih yah kamu sudah mau menyanyikan lagu "Lady in Red" tadi, kamu tahu nggak kalo aku sangat terhanyut oleh lirik lagu itu."
"Aku nggak tau kenapa, ketika kamu nyanyi tadi perasaanku begitu terbawa sampai-sampai aku membayangkan kalo seandainya ada cowok yang begitu perhatian dan sayang kepadaku, betapa bahagianya diriku," lanjutnya.
"Memangnya kamu belum punya cowok?" tanyaku kemudian.
"Aku pernah punya cowok.. tapi dia sudah meninggal dalam kecelakaan mobil 2 tahun yang lalu," ungkapnya dengan menahan nafas sesaat.
"Dia juga seorang musisi seperti kamu, bahkan postur dan gaya berbicaranya mirip kamu, makanya saat aku duduk di cafe tadi jantungku sempat berdebar sesaat," Cornelia melanjutkan ceritanya.
"Semakin berdebar saat kamu mulai menyanyikan lagu itu dilanjutkan dengan datang ke mejaku serta ngobrol dan bercanda dengan teman-temanku," ujarnya lagi.

Disini kedua bola mata Cornelia mulai berkaca-kaca, kemudiankudengar dia mulai terisak-isak.
Dengan seketikakupeluk Cornelia untuk mengurangi kesedihannya dan memberikan kedamaian.
Ternyata Cornelia diam saja, sembari memandang ke wajahku dan memelukku semakin erat.

Entah siapa yang memulai kedua bibir kamu sudah saling melumat, memilin dengan penuh nafsu.
tanganku mulai beraksi dengan mengelus permukaan dadanya yang tertutup gaum merah.
"Ouchh.. Adiet..," desahnya.
Kemudian aku lanjutkan dengan menelusupkan tanganku yang satunya ke bagian bawah, dan langsung aku elus permukaan pahanya yang mulus. Tak lama berselang, aku melanjutkan dengan membuka bagian atas gaun merahnya dan tampaklah olehku kemulusankulit dadanya yang kontras terbalut bra warna hitam. Aku mencumbu permukaan dadanya yang mulus, sambil tanganku mengelus punggungnya, yang aku lanjutkan dengan membuka pengait branya yang ternyata berukuran 36c, aku melihat labelnya sekilas yang terpancar oleh cahaya lampu taman.

Setelah membuka pengait bra Cornelia, lidahku tak tinggal diam dengan menjulurkan ujungnya selembut mungkin ke puting payudaranya yang berwarna pink.
"Ssh.. ohh.. Diet," erangnya, ketika ujung lidahku menyentuh putingnya yang keliatan mulai mengeras. Ukuran payudara Cornelia cukup menggairahkan ditunjang dengan kekenyalannya, yang menurutku masih belum banyak tangan yang menjamahnya.

Kemudian aku melanjutkan jilatan dengan menelusuri permukaan dadanya, terus berlanjut ke perutnya lidahku menelusuri setiap jengkalkulitnya. Dengan lembutkuteruskan dengan menurunkan gaun merahnya dan membukanya sekaligus.

Dengan beralaskan gaun merahnya aku merebahkan Cornelia di atas hamparan pasir pantai. Kemudian aku rebahan di samping Cornelia dan membisikan kata-kata, "Aku sayang kamu."
Sambil sesekali aku mengecup bibirnyakulanjutkan berkata, "Lia.. aku juga merasa berdebar saat menyanyikan lagu tadi."
"Kamu begitu cantik dan anggun saat duduk diantara teman-tamanmu," lanjutku kemudian.
Sejenak Cornelia memandangku dengan kedua bibirnya merekah merah. Takkusia-siakan moment ini dengan mengecup bibirnya lembut. Aku menghisap lidah Cornelia yang menjulur menyeruak rongga mulutku.
"Mhh..," bibir Cornelia mendesah pelan.

Tanganku juga mulai aktif dengan mengelus pahanya yang mulus, sementara lidahku beralih ke lehernya yang jenjang dengan menjilatinya yang berlanjut di belakang telinga sebelah kiri.
Kujulurkan lidahku ke lubang telinganya. Kembali Cornelia mendesah pelan, "Oohh.. Diet.."
Aku berdiri dengan pelan, kemudian menunduk ke arah jari-jari kakinya dan langsungkuhisap jemari kakinya satu persatu yang langsung membuat dia terhenyak seketika.
"Ohh.. Diet..," teriaknya.
"Aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini," lanjutnya.
Tanpa memperdulikan keluhannya, aku melanjutkan hisapanku ke telapak kakinya yang membuat dia terhenyak kedua kalinya.

Lidahku sekarang berpindah menuju ke arah betisnya dan menjilati bagian itu dengan lembutnya, dan membuat Cornelia menggelinjang untuk kesekian kalinya.kuarahkan lidahku ke sela pahanya, setelah beberapa saat lamanya bermain di betisnya.kulihat Cornelia semakin menggelinjang, dankulanjutkan dengan menjilati pangkal pahanya yang berdekatan dengan vaginanya. Dengan pelan kembalikujulurkan lidahku ke tepian vagina Cornelia yang ternyata berbulu lebat hitam lebat.
Jilatankulanjutkan mengitari daerah antara anus dan vagina.
"Slurp.. slurp.." ujung lidahku bermain dari atas dan ke bawah.

Kembali Cornelia mendesah, "Ouch.. Diett.. nikmat sekali sayang.."

Sebenarnya aku juga sudah terangsang sekali, penisku sudah keras dan ingin berontak dari celana blue jeansku rasanya, tapi aku sengaja menahan nafsuku, tujuanku aku ingin membuat Cornelia mendapatkan kepuasan terlebih dahulu. Hal ini aku lakukan karena aku nggak mau terkesan egois yang mementingakan diri sendiri, karena aku cukup memahami kalo sebagai seorang laki-laki orgasmenya berbeda dengan perempuan yang bisa multi orgasme dalam satu kali permainan.

Kembalikujulurkan lidahku yang tadinya sudah melewati daerah antara anus dan vagina, sekarang menjulur dengan liarnya di lubang anus Cornelia yang disambut dengan hentakan tubuhnya.
"Ohh.. Diet.. nggakkuat," erangnya kemudian.

Dengan perlahan aku hentikan sesaat foreplayku, yang dilanjut dengan reaksi Cornelia yang duduk dari rebahannya yang kemudian dengan sedikit tergesa-gesa dia mulai membuka kaosku yang di lanjut dengan mencumbu permukaan dadaku dan tangannya tak tinggal diam dengan memasukannya ke sela celana bluejeansku, tangannya mulai menemukan penisku yang sudah mulai mengeras karena nafsu yang tertahan. Tak lama berselang kemudian, Cornelia mulai membuka resliting celana blue jeansku dan langsung menariknya yang pada saat itu posisiku berdiri, sementara dia jongkok di depanku.

Dengan lincahnya Cornelia menjulurkan lidahnya dan menjilati seluruh permukaan penisku yang berukuran lumayan besar dengan bulunya yang hitam lebat. Cornelia memajukan bibirnya dan menghisap ujung kepala penisku dengan lahapnya, serta memainkan lidahnya di dalam rongga mulutnya yang penuh dengan penisku yang dilanjutkan dengan menghisapkuat buah zakarku.
"Ahh.. Lia.. sayang enak banget..," teriakku tertahan.

Dengan tersenyum manis sambil tetap jongkok dibawahku wajahnya menengadah ke atas dan berkata kepadaku, "Kamu suka diet"?
Kujawab dengan suara parau, "Suka banget sayang."
"Aku juga sangat menyukai penis kamu yang lumayan besar ini," lanjutnya.

Perlahan aku bimbing Cornelia untuk berpose merangkak beralaskan gaunnya, dengan sedikit membungkukkan badan aku mulai menjilati kembali permukaan pantatnya yang montok dan dilanjutkan dengan menjilati lubang anusnya dan pinggiran vaginanya.
"Ohh.. Diet.. aku sudah nggak kuat nih.. sekarang yah sayang..," desahnya.
Dengan jongkok sedikit dan memegang kepala penisku yang keras, aku mulai dengan mengelus belahan pantatnya sampai ke belahan vaginanya yang sudah basah dengan lendirnya.

Dengan lembut aku mulai memasukan penisku ke vagina Cornelia yang ternyata cukup sempit juga.
"Srett.. bles.." masuklah kepala penisku seperempatnya.
"Ohh.. Diet.. enak sayang masukan semuanya dong..," desahnya.
Dengan perlahan, kembali aku memajukan penisku ke vagina Cornelia.
"Sret.. srett.. bles." masuklah setengah bagian penisku. Dengan sekali tekan amblaslah semua penisku kedalam lobang vagina Cornelia yang cukup terasa remasannya.

Kulanjutkan dengan memaju mundurkan pantatku perlahan yang menjadikan Cornelia semakin menggelinjang karena tekanan penisku di dalam lobang vaginanya. Dengan bertumpu di pinggulnya, aku kembali memaju mudurkan penisku.

"Srett.. srett.. bles.. bless" suara yang dihasilkan dari pertemuan penis dan vagina kita berdua, tanganku juga tak tinggal diam dengan meremas kedua payudaranya dari belakang. Tak lama berselang badan Cornelia bergetar hebat, menandakan dia akan mencapai orgasme.
"Diet.. aku mau sampai nih," teriaknya.
"Sebentar sayang.. aku juga mau nyampai nih," ujarku juga.
Dengan cepat aku memompa penisku kedalam vagina Cornelia.
"Sret.. srett.." bunyi dari irama cinta kami.
Tak lama kemudian Cornelia mengejang tubuhnya.
"Ahh.. Diett..," teriaknya.
"Serr.. serr.." ada desiran hangat dari dalam lobang vagina Cornelia. Ternyata dia sudah mencapai orgasme duluan. Aku semakin mempercepat kocokkanku di vagina Cornelia.
"Srett.. srett.. srett."
"Ahh.. crott.." menyemburlah spermaku didalam vagina Cornelia yang cantik.

Kukecup bibirnya sambil mengucapkan kata, "Aku sayang kamu Lia"
Dibalas kecupanku dengan, "Aku juga sayang kamu diet," ujar Cornelia. Beruntunglah diriku bisa bercinta dengan Cornelia yang cantik, apalagi oral sexnya begitu dahsyat yang awalnya tidak pernah kubayangkan.

E N D
readmore »»  

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 4

Dari Bagian 3


Jodi melepaskan mulut dan tangannya dari payudara Ana dan rebah kembali ke atas kasur. Ana mulai mengangkat pinggulnya naik ke atas hingga batang penis Jodi nyaris terlepas ke luar seluruhnya sebelum menghentakkan pinggulnya ke bawah lagi. Tangan Jodi kembali pada pantat Ana, meremasnya sambil memandangi wanita yang telah menikah ini menggoyang tubuhnya tanpa henti. Dengan tanpa bisa dibendung lagi erangan demi erangan semakin sering terdengar keluar dari mulut Ana.



Orgasme yang sangat dinantikannya seharian ini mulai terbangun dalam tubuhnya. Dengan meremas pantatnya erat, Jodi menggerakkan tubuh Ana naik turun semakin keras dan keras. Hentakan tubuh mereka saling bertemu. Nafas Ana semakin berat, Penis Jodi menyentak dalam tubuhnya berulang kali.

Dengan cepat orgasmenya semakin mendekat. Ana mempercepat kocokannya pada penis Jodi, menghentakkan bertambah cepat seiring orgasmenya yang mendesak keluar. Ana tak mampu membendungnya lebih lama lagi, pandangannya mulai menjadi gelap. Jantungnya berdegup semakin kencang, otot vaginanya berkontraksi, seluruh sendi tubuhnya bergetar saat dia keluar dengan hebatnya. Mulutnya memekik melepaskan himpitan yang menyumbat aliran nafasnya.

Melihat pemandangan itu gairah Jodi semakin memuncak, dia tak memberi kesempatan pada Ana untuk menikmati sensasi orgasmenya. Diangkatnya tubuh mungil wanita itu, dan membaringkan di sampingnya. Dia bergerak ke atas tubuh Ana dan Ana membuka pahanya melebar menyambutnya secara refleks.

Jodi memandangi kepala penisnya yang menekan bibir vagina Ana. Dengan pelan dia mulai masuk, dan mendorongnya masuk ke dalam lubang hangatnya. Ana mengangkat kakinya ke udara, membukanya lebar lebar untuknya. Jodi menahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya.

Jodi memberinya satu dorngan yang kuat. Ana memekik, ombak kenikmatan menggulungnya saat batang keras itu memasuki tubuhnya. Jodi mulai menyetubuhinya tanpa ampun, Ana telah sangat membakar gairahnya. Jodi mengocokkan penisnya keluar masuk dalam vagina istri sahabatnya yang berada di bawah tubuhnya dengan cepat, kedua kaki Ana terayun-ayun di atas pantatnya yang menghentak.

Tempat tidur sampai bergoyang karena hentakan Jodi. Ana menggigit bibirnya untuk meredam erangannya yang semakin bertambah keras. Jodi mulai kehilangan kontrol. Penisnya keluar masuk dalam vagina Ana sebelum akhirnya, dia menarik keluar batang penisnya dengan bunyi yang sangat basah. Jodi mengerang, batang penisnya berdenyut hebat dalam genggaman tangannya. Sebuah tembakan yang kuat dari cairan kental putih keluar dari ujung kepala penisnya dan menghantam perut Ana, beberapa darinya bahkan sampai di payudaranya.

Ana menarik nafas, dadanya terasa sesak saat dia melihat tembakan demi tembakan sperma yang kuat keluar dari penis Jodi, dan mendarat di atas perutnya. Terasa sangat panas pada kulit perutnya, tapi semakin membakar gairahnya menyadari bahwa itu bukan semburan sperma suaminya, tapi dari seorang pria lain.

Akhirnya, sperma terakhir menetes dari penis Jodi, menetes ke atas rambut kemaluan Ana yang terbaring di depannya dengan kaki terpentang lebar. Dengan mata yang terpejam, Ana tersenyum puas.

"Aku membutuhkannya" bisiknya.

Mereka terdiam beberapa saat meredakan nafas yang memburu sebelum akhirnya mulai membersihkan tubuh basah mereka. Jodi mencium dengan lembut bibir Ana yang tersenyum. Ana memakai kaosnya dan menggenggam celana dalamnya dalam tangan, melangkah keluar dari kamar itu dengan perasaan yang sangat lega.

*****

Jodi bangun di keesokan harinya. Peristiwa semalam langsung menyergap benaknya, penisnya mulai mengeras. Dikeluarkannya batang penisnya dan perlahan mulai mengocoknya. Dia merasa sangat senang saat mendengar ada seseorang yang sedang mandi. Dimasukkannya penisnya kembali ke dalam celana dalamnya, bergegas memakai celana jeansnya dan bergegas keluar kamar dengan bersemangat, turun ke lantai bawah.

Dia berharap yang sedang mandi adalah Roy dan Ana ada di lantai bawah. Dia mendengar seseorang sedang membuat kopi di dapur. Dia segera ke sana dan ternyata.. Ana masih dengan pakaian yang dikenakannya malam tadi, sebuah kaos besar hingga lutut, dan sebuah celana dalam saja di baliknya. Dia menoleh saat mendengar ada yang mendekat, dan langsung tersenyum saat mengetahui siapa yang datang. Terasa ada desiran halus di vaginanya saat memandang Jodi.

Ana terkejut saat tangan Jodi melingkar di pinggangnya memeluknya erat dan mencium bibirnya. Lalu Ana sadar ada seseorang yang sedang mandi di lantai atas dan Roy lah yang sedang berada di kamar mandi itu. Bibirnya membalas lumatan Jodi dengan menggebu saat tangan Jodi menyusup ke dalam kaosnya untuk menyentuh payudaranya.

Ana melenguh di dalam mulut Jodi yang memeluknya merapat ke tubuhnya. Desiran gairah memercik dari payudaranya langsung menuju ke vaginanya, membuatnya basah. Wanita mungil itu tak berdaya dalam dekapan Jodi, tangan Ana melingkari leher Jodi.

Mereka berciuman dengan penuh gairah, lidah saling bertaut, perlahan Jodi mendorong tubuh Ana merapat ke dinding. Tangannya meremas bongkahan pantat Ana di balik kaosnya. Dan Ana sangat merasakan tonjolan pada bagian depan celana jeans Jodi yang menekan perutnya.

Ciuman Ana turun ke leher Jodi, lidahnya melata menuju puting Jodi. Ana membiarkan Jodi mengangkat tubuhnya ke atas meja, memandangnya dengan pasif saat Jodi menyingkap kausnya hingga dadanya. Ana mengangkat kakinya bertumpu pada tepian meja, mempertontonkan celana dalam putihnya.

Vaginanya berdenyut tak terkontrol, menantikan apa yang akan terjadi berikutnya. Jodi berlutut di hadapannya, dia dapat mencium aroma yang kuat dari lembah surganya saat hidungnya bergerak mendekat. Perlahan diciumnya vagina Ana yang masih tertutupi kain itu, Ana mendesah, kenikmatan mengaliri darahnya. Untuk pertama kalinya, Ana merasa gembira saat Roy berada lama di dalam kamar mandi!

Dengan tak sabar, tangannya menuju ke pangkal pahanya. Jodi hanya menatapnya saat tangan Ana menarik celana dalamnya sendiri ke samping, memperlihatkan rambut kemaluannya, dan kemudian bibir vaginanya yang kemerahan.

Ana menatap pria yang berlutut di antara pahanya, api gairah tampak berkobar dalam matanya, menahan celana dalamnya ke samping untuknya. Jodi menatap matanya seiring bibirnya mulai mencium bibir vaginanya. Membuat lebih banyak desiran kenikmatan mengguyur tubuhnya dan dia mendesah melampiaskan kenikmatan yang dirasakannya.

Lidah Jodi mulai menjilat dari bagian bawah bibir vagina Ana sampai ke bagian atasnya, mendorong kelentitnya dengan ujung lidahnya saat dia menemukannya. Diselipkannya lidahnya masuk ke dalam lubang vaginanya, merasakan bagaimana rasanya cairan gairah Ana.

Dihisapnya bibir vagina itu ke dalam mulutnya dan dia mulai menggerakkan lidahnya naik turun di sana, membuat Ana semakin basah. Desahannya terdengar, menggoyangkan pinggulnya di wajah Jodi. Jodi melepaskan bibirnya, lidahnya bergerak ke kelentitnya. Dirangsangnya tonjolan daging sensitif itu menggunakan lidahnya dalam gerakan memutar.

Ana menaruh kakinya pada bahu Jodi, duduknya jadi tidak tenang. Tiba-tiba, Jodi menghisap kelentitnya ke dalam mulutnya, menggigitnya di antara bibirnya. Ana memekik agak keras saat serasa ada aliran listrik yang menyentak tubuhnya. Lidah Jodi bergerak berulang-ulang pada kelentit Ana yang terjepit di antara bibirnya, tahu bahwa titik puncak Ana sudah dekat. Dilepaskannya kelentit itu dari mulutnya dan tangannya menggantikan mengerjai kelentit Ana dengan cepat.

"Oh Tuhan.." bisiknya mendesah, merasakan orgasmenya mendekat.

Jari Jodi bergerak tanpa ampun, pinggul Ana terangkat karenanya. Ana menggigit bibirnya berusaha agar suara jeritannya tak terdengar sampai kepada suaminya yang berada di kamar mandi saat orgasmenya datang dengan hebatnya. Dadanya sesak, nafasnya terhenti beberapa saat, dinding-dinding vaginanya merapat. Kedua kakinya terpentang lebar di belakang kepala Jodi. Ana mendesah hebat, akhirnya nafasnya kembali mengisi paru-parunya mengiringi terlepasnya orgasmenya.

Jodi berdiri dan langsung mengeluarkan penisnya. Ana memandang dengan lapar pada batang penis dalam genggaman tangan Jodi. Sebelah tangan Ana masih memegangi celana dalamnya ke samping saat tangannya yang satunya lagi meraih batang penis Jodi. Tangan kecil itu menggenggamnya saat Jodi maju mendekat.

Dengan cepat Ana menggesek-gesekkannya pada bibir vaginanya yang basah, berhenti hanya saat itu sudah tepat berada di depan lubang masuknya. Mereka berdua mendengarkan dengan seksama suara dari kamar mandi di lantai atas yang masih terdengar. Jodi melihat ke bawah pada kepala penisnya yang menekan bibir vagina Ana.

Jodi mendorong ke depan dan menyaksikan bibir itu membuka untuknya, mengijinkannya untuk masuk. Desahan Ana segera terdengar saat dia merasa terisi. Jodi terus mendorong, vagina Ana terus menghisapnya sampai akhirnya, Jodi berada di dalamya dalam satu dorongan saja.

Ana sangat panas dan mencengkeramnya, dan Jodi membiarkan penisnya terkubur di dalam sana untuk beberapa saat, meresapi perasaan yang datang padanya. Tangan Ana masih menahan celana dalamnya ke samping, tangan yang satunya meraih kepala Jodi mendekat padanya.

Lidahnya mencari pasangannya dalam lumatan bibir yang rapat. Dengan pelan Jodi menarik penisnya. Dia mendorongnya masuk kemabali, keras, dan Ana mengerang dalam mulutnya seketika. Tubuh mereka saling merapat, kaki Ana terjuntai terayun di belakang tubuh Jodi dalam tiap hentakan. Roy yang masih berada di kamar mandi tak mengira di lantai bawah penis sahabatnya sedang terkubur dalam vagina istrinya.

Sementara itu Ana, sedang berada di ambang orgasmenya yang lain. Penis pria ini menyentuhnya dengan begitu berbeda! Terasa sangat nikmat saat keluar masuk dalam tubuhnya seperti itu! Dia orgasme, melenguh, melepaskan ciumannya. Jodi mundur sedikit dan melihat batang penisnya keluar masuk dalam lubang vaginanya yang kemerahan, tangannya yang kecil menahan celana dalamnya jauh-jauh ke samping yang membuat Jodi heran karena kain itu tak robek. Dia mulai menyetubuhinya dengan keras, menyadari kalau mungkin saja dia tak mempunyai banyak waktu lagi.

Jika Roy masuk ke sudut ruangan itu, dia akan melihat ujung kaki istrinya yang terayun dibelakang pantat Jodi. Celana jeans Jodi merosot hingga mata kakinya, celana dalamnya berada di lututnya, dan pantatnya mengayun dengan kecepatan penuh di antara paha Ana yang terbuka lebar. Roy mungkin mendengar suara erangan kenikmatan istrinya.

Jodi terus mengocok, dia dapat merasakan kantung buah zakarnya mengencang dan dia tahu itu tak lama lagi. Dia menggeram, memberinya beberapa kocokan lagi sebelum dilesakkannya batang penisnya ke dalam vagina wanita bersuami itu dan menahannya di dalam sana. Dia menggeram hebat, penisnya menyemburkan spermanya yang panas di dalam sana. Begitu banyak sperma yang tertumpah di dalam vagina Ana. Erangan keduanya terdengar saling bersahutan untuk beberapa saat hingga akhirnya mereka tersadar kalau suara dari dalam kamar mandi sudah berhenti, dan tak menyadari sudah berapa lama itu tak terdengar.

Bibir Jodi mengunci bibirnya dan mereka saling melumat untuk beberapa waktu seiring kejantanan Jodi yang melembut di dalam tubuhnya. Kemudian mereka saling merenggang dan Jodi mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi itu dari vagina Ana. Dengan cekatan dia mengenakan pakaiannya kembali. Ana membiarkan celana dalamnya seperti begitu. Dia merasa celananya menjadi semakin basah saat ada sperma Jodi yang menetes keluar dari vaginanya saat dia berdiri.

Lalu Roy turun tak lama berselang, bersiap untuk sarapan.


E N D
readmore »»  

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 2

Dari Bagian 1


Jodi mengeluarkan tangannya dari balik celana dalam Ana yang membuatnya sedikit kecewa, ada sesuatu yang terasa hilang. Diraihnya tepian celana jeans Ana dan dengan cepat Ana mengangkat sedikit pantatnya dari atas sofa, yang mau tak mau membuatnya melepaskan batang penis itu dari mulutnya, dan mempermudah sahabat suaminya ini melepaskan celananya dari kakinya yang halus.



Nafasnya tercekat, dada terasa berat saat dia melihat Jodi menarik celana dalamnya. Dengan sedikit memaksa dia menurunkannya melewati kakinya dan Ana menendangnya menjauh dari kakinya sendiri. Membantu Jodi menelanjangi tubuh bawahnya. Jodi sekarang berlutut di lantai dan menatap takjub pada segitiga menawan dari rambut kemaluan Ana.

Dia menyentuh vagina Ana dengan tangan kirinya, menjalankan jari tengahnya pada kelentitnya sambil tangan yang satunya menggenggam batang penisnya sendiri. Ana mendesah pelan, pinggulnya bergetar. Matanya terpejam rapat, dia sangat meresapi rasa yang diberikan selangkangannya. Jodi mengoleskan kepala penisnya pada pipi dan hidung Ana. Saat sampai di mulutnya, Ana membuka mulutnya segera dan Jodi langsung mendorong penisnya masuk.

Tangannya yang kecil menggenggam buah zakarnya dan Ana membuka matanya perlahan saat dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun pada batang penisnya. Jodi semakin melesakkan jarinya ke dalam vagina Ana, membuat Ana memejamkan matanya lagi, mengerang. Vaginanya terasa sangat basah! Jarinya bergerak di seluruh rongga lubang itu, bergerak keluar masuk saat ibu jarinya mengerjai kelentit Ana.

Kini, celana jeans dan celana dalam Jodi sudah jatuh merosot di atas lantai, Jodi menarik penisnya keluar dari mulut Ana dan langsung menendang pakaian bawahnya menjauh. Dia menunduk, tangannya bergerak ke bawah bongkahan pantat Ana, mengangkatnya dari atas sofa agar bagian bawah tubuh istri sahabatnya ini lebih terekspose ke atas. Ana meraih penisnya dan segera memasukkannya kembali ke dalam mulutnya. Jodi mendekatkan kepalanya pada daging nikmat Ana.

Masih tetap menahan pantat Ana ke atas, mulutnya mencium bibir vagina Ana, mencicipi rasa dari istri sahabatnya untuk pertama kalinya. Mulut Ana langsung mengerang merespon, sejenak menikmati sensasi yang diberikan Jodi sebelum kembali meneruskan 'pekerjaan' mulutnya. Lidah Jodi melata pada dinding bagian dalam dari vagina Ana, menjilati sari buah gairah yang dikeluarkannya.

Ana merasa bibir Jodi menjepit tombol sensitifnya dan lidahnya bergerak pelan pada sasarannya. Erangan semakin tak terkendali lepas dari mulutnya akibat perlakuan Jodi kali ini. Batang penisnya terlepas keluar dari cengkeraman mulut Ana. Jodi semakin menaikkan pantat Ana, menekan vagina Ana pada wajahnya dan lidahnya semakin bergerak menggila.

Jantung Ana serasa mau meledak, nafasnya terasa berat.. Sangat dekat.. Jantungnya berhenti berdenyut, orgasmenya datang. Pinggulnya mengejat di wajah Jodi dengan liar. Ana merasa jiwanya melayang entah kemana! Pria ini memberinya sebuah oral seks terhebat yang pernah didapatkan dalam hidupnya!

Akhirnya, Ana kembali ke bumi. Jodi melepaskan pantatnya, mengangkat kepalanya dari selangkangan Ana. Batang penisnya terasa sangat keras, dan nafasnya terdengar memburu tak beraturan. Ana pikir dia tak mungkin dapat menghentikan pria ini sekarang meskipun dia menginginkannya. Jodi naik ke atas sofa, menempatkan dirinya di antara paha Ana, yang tetap Ana biarkan terbentang lebar hanya untuknya.

Terlintas dalam pikirannya jika dia tetap meneruskan ini terjadi, milik Jodi adalah penis kedua yang akan memasuki tubuhnya dalam hidunya. Sedikit gelembung rasa bersalah melayang dalam benaknya. Yang dengan cepat meletus menguap saat ujung kepala penis Jodi menyentuh bibir vaginanya, membuat sekujur tubuhnya seakan tersengat aliran listrik.

Dengan perlahan Jodi memasukkan penisnya menembus ke dalam tubuh Ana. Pada pertengahan perjalanannya dia menghentikan sejenak gerakannya, menikmati gigitan bibir vagina Ana pada batang penisnya dan tiba-tiba dia menghentakkan kedalam dengan satu tusukan. Dinding vaginanya terbuka menyambutnya, dan pelan-pelan Ana dapat merasakan dirinya menerima sesuatu yang lain memasuki tubuhnya kini. Tubuhnya merinding, perasaan menakjubkan ini merenggut nalarnya.

Jodi mengeluarkan separuh dari batang penisnya dan menghunjamkannya kembali seluruhnya ke dalam vagina Ana. Erangan keduanya terdengar saling bersahutan dan Jodi menahan penisnya sejenak di dalam vagina Ana, meresapi sensasinya. Manahan berat tubuhnya dengan kedua lengannya, dia menatap ke bawah pada istri sahabatnya ini sambil menggerakkan penisnya keluar masuk dalam vagina Ana dengan gerakan lambat.

Ana pejamkan matanya, mendesah lirih saat dia rasakan kejantanan Jodi keluar masuk dalam tubuhnya. Jodi melihat batang penisnya menghilang lalu muncul kembali dalam daging hangat basah milik Ana lagi dan lagi, dan gerakannya perlahan semakin cepat. Nafas keduanya semakin berat, Jodi bergerak semakin cepat, Ana menggelinjang, mengerang, kakinya terangkat keatas.

Kedua kakinya akhirnya jatuh dibelakang pantat Jodi yang mengayun keluar masuk. Tubuh Jodi menindih tubuh kecil wanita di bawahnya saat dia mengocok vaginanya semakin keras. Dia menciumi leher Ana, dan menghisap lubang telinganya dengan mulutnya, erangan keduanya terdengar mengiringi setiap gerakan tubuh mereka.

Lengan Ana melingkari tubuh Jodi, kukunya tertancap pada punggung Jodi saat kakinya terayun-ayun oleh gerakan pantat Jodi. Mulut Ana menyusuri leher Jodi, mencari bibirnya. Saat bibir mereka bertemu, mereka berciuman untuk pertama kalinya. Lidah Ana merangsak masuk ke dalam mulut Jodi mengiringi batang penisnya yang menggenjot tubuhnya berulang-ulang. Bibir keduanya saling melumat, saling mengerang dalam mulut masing-masing di atas sofa di ruang tengah itu. Sofa itu sedikit berderit akibat gerakan Jodi yang bertambah liar.

Ana dapat merasakan orgasmenya mulai tumbuh, dan dia menghentikan ciumannya, tak mampu menahan erangannya lagi. Mulut mungilnya mengeluarkan erangan yang sangat keras dan semakin keras saat penis keras Jodi semakin melebarkan vaginanya dan Jodi memasukinya bertambah dalam.

Seorang pria baru! Ana tak pernah melakukannya dengan pria lain selain Roy sebelumnya dan pria baru ini melakukannya dengan sangat hebat! Semuanya terasa bergerak cepat. Orgasmenya meledak, Ana mencoba menahan erangannya dengan menggigit bibir bawahnya. Dinding-dinding vaginanya berkontraksi mencengkeram batang penis pria baru ini dengan kuat, dan Ana menghentakkan pinggulnya keatas berlawanan dengan gerakan Jodi di atas tubuhnya, berusaha agar batang penis Jodi tenggelam semakin dalam pada tubuhnya saat ombak orgasme mengambil alih kesadarannya.

Jodi memandangi Ana saat dia dilanda orgasme, masih tetap mengocok penisnya dengan kecepatan yang dia mampu. Dia tak menyangka wanita pemalu dan pendiam ini akan begitu mudah ditaklukannya! Dia merasakan miliknya juga segera tiba, gerakannya semakin dipercepat. Dalam beberapa tusukan kemudian, dan lalu meledaklah. Sejenak setelah orgasme Ana mereda, orgasme Jodi datang.

Tusukan terakhirnya membuat penisnya terkubur semakin jauh dalam vagina Ana. Dia menggeram, penisnya berdenyut hebat. Semburan demi semburan yang kuat keluar dari ujung penisnya mendarat dalam rahim Ana seakan tanpa jeda. Ana menggoyangkan pantatnya naik ke atas, memeras semua sperma dari penis Jodi. Jodi tak bisa menahan tubuhnya lebih lama, dia jatuh menindih tubuh Ana di bawahnya, mencoba bernafas dengan susah payah.

Tangan Ana membelai punggung Jodi saat sperma terakhirnya keluar dari penisnya menyirami vaginanya. Keduanya masih berusaha untuk mengatur nafas. Kedua bibir mereka merapat, berciuman dengan lembut. Lidahnya menggelitik rongga mulut Ana dan ciuman mereka berubah menjadi liar saat penis Jodi mulai mengecil dalam vagina Ana. Tangan dan paha Ana mencengkeramnya erat, menahannya agar tetap berada dalam tubuhnya.

Dia mendapatkan pengalaman lain dengan pria ini. Pria kedua yang bercinta dengannya dalam 29 tahun usianya. Akhirnya mereka menghentikan ciumannya. Jodi mengeluarkan penisnya yang setengah ereksi dari vagina Ana. Keduanya mengenakan pakaiannya masing-masing tanpa saling berkata-kata. Ana terlalu malu untuk mengucapkan sesuatu dan Jodi tak tahu harus berkata apa.

*****

Roy pulang 30 menit kemudian ? dia pulang lebih awal, tapi tak lebih awal (beruntunglah mereka). Ketiganya lalu makan malam, dan Ana tak dapat menyingkirkan pikirannya dari bayangan Jodi sepanjang waktu itu.

Roy dan Jodi kemudian sibuk dengan urusan pria yang tak begitu dimengerti oleh Ana. Dan malam berikutnya, mereka berdua duduk di meja makan bersama Ana. Para pria sedang bermain catur. Ana menghabiskan sepanjang harinya mengasuh bayi mereka. Kapanpun saat dia sedang sendiri, dia tak mampu hentikan dirinya memikirkan pengalamannya bersama Jodi kemarin. Dia merasa gairahnya menyala-nyala sepanjang hari itu, dan dia mempunyai beberapa menit untuk memuaskan dirinya dengan tangannya sendiri.

Saat menuangkan minuman pada suaminya dan Jodi malam itu, dia sangat bergairah, dan sangat basah. Setiap kali dia melirik Jodi, ada desiran halus pada vaginanya. Sekarang dia telah mencoba seorang pria lain, dan dia merasa ketagihan! Jodi tak jauh beda. Dia bermasturbasi membayangkan istri sahabatnya ini kemarin malam, sebelum tidur. Bayangan tubuh telanjangnya memenuhi benaknya sepanjang hari. Saat Roy pergi ke kamar mandi, Jodi beringsut mendekati Ana.

"Apa kamu menikmati waktu kita kemarin?" tanyanya berbisik.
"Ya." Ana tersenyum manis. Sifatnya yang malu-malu membuat birahi Jodi terbakar.
"Apa kamu menginginkannya sekarang?" dia bertanya memastikan. Penisnya sudak mengeras sekarang. Ana terkejut dengan pertanyaannya yang sangat berani itu, malu-malu, lalu mengangguk.

Jodi memutuskan akan sedikit menggodanya. Membuat Ana semakin menginginkannya agar kesempatan mendapatkannya lagi semakin terbuka lebar. Dia menurunkan resleiting celananya dan melepaskan kancingnya, tangannya masuk ke dalam pakaian dalamnya. Dia mengeluarkan penisnya, yang sudah ereksi penuh. Nafas Ana tercekat di tenggorokan, denyutan di vaginanya memberinya sebuah sensasi. Batang penis itu berada dalam tubuhnya kemarin. Dia menginginkannya lagi sekarang.

Mereka mendengar pintu kamar mandi terbuka dan Jodi segara memasukkan penisnya kembali ke dalam celananya. Roy masuk ke dalam ruangan, tak mengira sahabatnya baru saja memperlihatkan penisnya yang ereksi pada istrinya. Tak lama berselang, entah kenapa dewa kemujuran selalu berpihak pada mereka, Roy lagi-lagi mau ke kamar mandi. Saat dia berdiri dan bergegas ke kamar mandi, vagina istrinya berdenyut membutuhkan penis Jodi. Begitu Roy menghilang dari pandangan keduanya, Jodi langsung bangkit dari kursinya. Mata Ana berbinar terfokus pada tonjolan di celana Jodi saat mereka mendengar pintu kamar mandi ditutup.

Dia langsung menurunkan resleitingnya, dan mengeluarkan batang penisnya. Dengan cekatan Jodi mengocok penisnya sampai ereksi penuh, sangat dekat di wajah Ana. Jodi berdiri dei depan Ana, dan Ana langsung berlutut di hadapan sahabat suaminya. Kepala penisnya menyentuh kulit pipinya, dan perlahan bergerak ke mulutnya. Saat Jodi merasa bibir lembut Ana menyentuh ujung kepala penisnya, dia merasa mulut itu membuka.


Ke Bagian 3
readmore »»  

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 3

Dari Bagian 2


Segera saja kepala penis itu lenyap ke dalam mulut Ana, dan Jodi melihat bibir itu bergerak membungkus seluruh batang penisnya. Tangannya membelai rambut panjang Ana dengan lembut, menahan kepalanya saat seluruh bagian batang penisnya lenyap dalam mulut Ana. Kepalanya segera bergerak maju mundur pada batang penis itu, suara basah dari hisapan mulutnya segera terdengar.



Kembali, mereka mendengar pintu kamar mandi dibuka, dan Jodi mengeluarkan penisnya dari mulut Ana dengan cepat. Agak kesulitan dia memasukkan penisnya kembali dalam celananya dan segera duduk kembali di kursinya, menutupi perbuatan mereka. Roy duduk dan memberi Ana ciuman kecil, tak tahu kalau istrinya baru saja mendapatkan sebuah batang penis yang lain dalam mulutnya.

Mereka kembali mendapatkan kesempatan sekali lagi di malam itu, dan mereka berusaha memanfaatkannya semaksimal mungkin. Bayi mereka menangis di lantai atas, Roy berinisiatif untuk pergi melihatnya. Ana lebih dari senang mengijinkannya. Dia sangat menginginkan penis itu, tapi dia tak mampu berbuat apa-apa. Meskipun mendapatkannya di dalam mulutnya tak mampu meredakan gairahnya.

Mereka dapat mendengar bunyi langkah kaki Roy yang menaiki tangga, dan Ana langsung berdiri. Dia tak pernah seagresif ini! Tapi kehausannya akan penis itu mampu mengubah tabiatnya. Hanya sekedar untuk segera melihatnya lagi! Dia langsung berlutut di antara paha Jodi, dan Jodi segera membukanya untuknya..

Tangan mungilnya dengan cekatan melepaskan kancing dan resleitingnya, dan dia langsung membukanya dalam sekejap. Ana meraih ke dalam celana dalam Jodi dan mengeluarkan penis kerasnya. Vaginanya langsung basah hanya dengan memandangnya saja. Tangannya yang kecil mengocoknya, saat lidahnya menjilati dari pangkal batang penis Jodi hingga ke ujung.

Sekali lagi, dia kembali memasukkannya ke dalam mulutnya. Menghisapnya dengan rakus hingga mengeluarkan bunyi, tak menghiraukan resiko kepergok suaminya. Jodi mendengarkan dengan seksama gerakan dari lantai atas, memastikan Roy tidak turun ke bawah.

Jodi menatapnya. Bibirnya membungkus batang penisnya dengan erat, kepala penisnya tampak bekilatan basah terkena lampu ruangan ini saat itu keluar dari mulutnya, mata Ana terpejam menikmati. Dia ternyata begitu pintar memberikan blow job! Jodi sangat ingin menyetubuhi wanita ini, meskipun hanya sesaat.

Gairahnya sudah tak terbendung lagi, dan dia memegang pipi Ana, batang penisnya keluar dari mulutnya. Jodi berdiri, penisnya mengacung tegang, dan Ana berdiri bersamaan, memandangnya dengan api gairah yang sama. Jodi menciumnya, lembut, melumat bibirnya. Dia menciumnya lagi, dan lidah mereka saling melilit. Lalu ciuman itu berakhir. Jodi memutar tubuh Ana membelakanginya. Ana merasakan tangan Jodi berada pada vaginanya, berusaha melepaskan kancing celananya.

"Jangan.." desahan lirih keluar dari mulutnya.

Dia tak tahu mengapa kata itu keluar dari mulutnya saat dia ingin mengucapkan kata 'ya'. Celananya jatuh hingga lututnya, memperlihatkan pantatnya yang dibungkus dengan celana dalam katun berwarna putih. Jodi merenggut kain itu dan langsung menyentakkannya ke bawah, membuat pantat Ana terpampang bebas di hadapannya. Jodi masih dapat mendengar suara gerakan di lantai atas jadi dia tahu dia aman untuk beberapa saat, dia hanya perlu memasukkan penisnya ke dalam vaginanya, walaupun untuk se detik saja!

Nafas keduanya memburu, dan Ana sedikit menundukkan tubuhnya ke depan, tangannya bertumpu pada meja makan, membuka lebar kakinya. Jodi jauh lebih tinggi darinya, penisnya berada jauh di atas bongkahan pantatnya. Dia sedikit menekuk lututnya agar posisinya tepat. Dia semakin menekuk lututnya, sangat tidak nyaman, tapi dia sadar kalau dia terlalu tinggi untuk Ana. Dia tahu dia akan merasa kesulitan dalam posisi ini, tapi hasratnya semakin mendesak agar terpenuhi segera.

Dia menggerakkan pinggulnya ke depan, ujung kepala penisnya menyentuh bibir vaginanya. Ana sudah teramat basah! Dan itu semakin mengobarkan api gairah Jodi. Saat bibir vagina Ana sedikit mencengkeram ujung kepala penisnya, Jodi tahu jalan masuknya sudah tepat. Dia mendorong ke depan. Ana menghisapnya masuk ke dalam, separuh dari penisnya masuk ke dalam dengan cepat.

Ana mendesah, merasa Jodi memasukinya. Jodi mencengkeram pantat Ana dan memaksa memasukkan penisnya semakin ke dalam. Batang penisnya sudah seluruhnya terkubur ke dalam cengkeraman hangatnya. Jodi mulai menyetubuhinya dari belakang, menarik penisnya separuh sebelum mendorongnya masuk kembali, lagi dan lagi. Serasa berada di surga bagi mereka berdua. Jodi berada di dalam vaginanya hanya beberapa detik, tapi bagi keduanya itu sudah dapat meredakan gelora api gairah yang membakar.

Tiba-tiba Jodi mendengar gerakan dari lantai atas. Ana tak menghiraukannya, dia sudah tenggelam jauh dalam perasaannya. Jodi mengeluarkan penisnya dari vagina Ana. Sebenarnya Ana ingin teriak melampiaskan kekesalannya, tapi segera dia sadar akan bahaya yang mengancam mereka berdua, segera saja dia menarik celana dan celana dalamnya sekaligus ke atas. Saat Roy datang, mereka berdua sudah duduk kembali di kursinya masing-masing, gusar.

Jodi dan Ana menghabiskan sisa malam itu dengan gairah yang tergantung. Saat malam itu berakhir, Jodi segera bergegas pergi ke kamarnya dan langsung mengeluarkan penisnya. Hanya dibutuhkan 3 menit saja baginya bermasturbasi dan legalah.. Tapi bagi Ana, tidaklah semudah itu. Kamar tidurnya berada di lantai yang berlainan dengan kamar tamu yang dihuni Jodi, dan dia tak punya kesempatan untuk melakukan masturbasi. Bahkan Roy tak mencoba untuk bercinta dengannya malam itu! Seperempat jam ke depan dilaluinya dengan resah. Ana memberi beberapa menit lagi untuk suaminya sebelum dia tak mampu membendungnya lagi.

Dia turun dari tempat tidur, setelah memastikan suaminya sudah tertidur lelap. Dia mengendap-endap menuju ke kamar tamu. Malam itu dia hanya memakai kaos putih besar hingga lututnya dan celana dalam saja untuk menutupi tubuh mungilnya. Dengan hati-hati dia membuka pintu kamar Jodi, menyelinap masuk, dan menutup perlahan pintu di belakangnya. Jodi sudah tertidur beberapa menit yang lalu. Ana berdiri di samping tempat tidur, memandang pria yang tertidur itu, memutuskan bahwa dia akan melakukannya. Ini tak seperti dirinya! Dia tak pernah seagresif ini! Dia tak pernah berinisiatif! Tapi sekarang, terjadi perubahan besar.

Ditariknya selimut yang menutupi tubuh Jodi, Jodi tergolek tidur di atas kasur hanya memakai celana dalamnya. Ana mencengkeram bagian pinggirnya dan dengan cepat menariknya turun hingga lututnya, membebaskan penis Jodi yang masih lemas. Dengan memandangnya Ana merasakan desiran halus pada vaginanya. Dia tak percaya Jodi tak terbangunkan oleh perbuatannya tadi! Yah, baiklah, dia tahu bagaimana cara membangunkannya.

Ana duduk di samping Jodi, dengan perlahan membuka kaki Jodi ke samping. Tangan mungilnya meraih penis Jodi yang masih lemas menuju ke mulutnya. Rambut panjangnya jatuh tergerai di sekitar pangkal paha Jodi. Jodi setengah bangun, merasa nyaman. Penisnya membesar dalam mulut Ana, dan sebelum ereksi penuh, dia akhirnya benar-benar terjaga. Tak membutuhkan waktu lama baginya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi ? istri sahabatnya sedang menghisap penisnya!

Dia mendesah, tangannya meraih ke bawah dan mengelus rambut panjang Ana saat dengan pasti penisnya semakin mengeras dalam mulut Ana. Merasakan penisnya yang semakin membesar dalam mulutnya membuat celana dalam Ana basah, dan dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun. Dia menghisap dengan berisik, lidahnya menjalar naik turun seperti seorang professional.

Jodi dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan mulut Ana saat menghisap penisnya, dan dia dapat melihat bayangan tubuh Ana yang diterangi cahaya bulan yang masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Ana sedang memberinya blow job yang hebat. Untunglah dia bermasturbasi sebelum tidur tadi, kalau tidak pasti dia tak akan dapat bertahan lama.

Ana tak mampu menahannya lagi. Dia ingin vaginanya segera diisi. Dia sangat terangsang, dia sangat membutuhkan penis itu dalam vaginanya seharian tadi. Dikeluarkannya penis Jodi dari dalam mulutnya, dan berdiri dengan bertumpukan lututnya di atas tempat tidur itu. Tangannya menarik bagian bawah kaosnya ke atas dan menyelipkan kedua ibu jarinya di kedua sisi celana dalamnya dan mulai menurunkannya. Diangkatnya salah satu kakinya untuk melepaskan celana dalam itu dari kakinya. Kaki yang satunya lagi dan kemudian merangkak naik ke atas kasur setelah menjatuhkan celana dalamnya ke atas lantai. Nafasnya sesak, menyadari apa yang menantinya.

Diarahkannya batang penis Jodi ke atas dengan tangannya yang kecil dan bergerak ke atas Jodi, memposisikan vaginanya di atasnya. Jodi dapat merasakan bibir vagina Ana yang basah menyentuh ujung kepala penisnya saat Ana mulai menurunkan pinggulnya. Daging dari bibir vaginanya yang basah membuka dan kepala penis Jodi menyelinap masuk. Ana mengerang lirih, tubuhnya yang disangga oleh kedua lengannya jadi agak maju ke depan. Ana semakin menekan ke bawah, membuat keseluruhan batang penis Jodi akhirnya tenggelam ke dalamnya.

Erangan Ana semakin terdengar keras. Dia merasa sangat penuh! Jodi benar-benar membukanya lebar! Ana semakin menekan pinggulnya ke bawah dan dia mulai menciumi leher Jodi, berusaha menahan Jodi di dalam tubuhnya. Bibir mereka bertemu dan saling melumat dengan bernafsu. Lidah Ana menerobos masuk ke dalam mulut Jodi, menjalar di dalam rongga mulutnya saat dia tetap menahan batang penis Jodi agar berada di dalam vaginanya.

Jodi membalas lilitan lidah Ana, tangannya bergerak masuk ke balik kaos yang dipakai Ana, bergerak ke bawah tubuhnya hingga akhirnya tangan itu mencengkeram bongkahan pantat Ana. Tangannya mengangkat pantat Ana ke atas, membuat tubuhnya naik turun di atasnya ? Ana tetap tak membiarkan batang penis Jodi teangkat terlalu jauh dari vaginanya!

Tak menghiraukan keberadaan Roy yang masih terlelap tidur di kamarnya, mereka berdua berkonsentrasi terhadap satu sama lainnya. Tangan Jodi naik ke punggung Ana, menarik kaos yang dipakai Ana bersamanya. Ciuman mereka merenggang, Ana mengangkat tubuhnya, tangannya mengangkat ke atas saat Jodi melepaskan kaosnya lepas dari tubuhnya. Payudaranya terbebas. Jodi melihatnya untuk pertama kalinya. Di dalam keremangan cahaya, Jodi masih dapat menangkap keindahannya. Payudaranya yang tak begitu besar dengan puting susu yang keras menantang, dan dia menggoyangkannya dihadapan Jodi, menggodanya.

Jodi mengangkat tubuhnya, tangannya yang besar menahan punggung Ana saat dia menghisap putingnya ke dalam mulutnya. Ana menggelinjang kegelian saat lidahnya bergerak melingkari sebelah payudaranya sebelum mencium yang satunya lagi. Pada waktu yang bersamaan Jodi mengangkat pantatnya, masih berusaha agar tetap tenggelam dalam vaginanya, tapi bergerak keluar masuk dengan pelan. Tangannya meremas payudara Ana yang bebas, sedangkan mulutnya terus merangsang payudara yang satunya dengan mulutnya.

Ana memandang Jodi yang merangsang payudaranya, tangannya membelai rambut Jodi dengan lembut. Ana merasa penis Jodi bergerak keluar sedikit tapi tak lama kemudian masuk kembali ke dalam vaginanya. Dia merasa sangat nyaman, sangat berbeda di dalam tubuhnya. Dia mulai menggoyang, mengimbangi kocokan Jodi yang mulai bertambah cepat.


Ke Bagian 4
readmore »»  

Kunjungan Seorang Sahabat Lama - 1

Ana meletakkan bayinya di atas boks, lalu dia sendiri rebahan di atas sofa di ruang tengah, merasa agak sedikit kelelahan. Suaminya, Roy, bilang padanya kalau ada seorang sahabat lamanya yang akan datang dan menginap di akhir pekan ini, jadi disamping mengurus bayinya, dia mempunyai sebuah pekerjaan tambahan lagi, menyiapkan kamar tamu untuk menyambut tamu suaminya itu. Pikirannya melayang pada sang tamu, sahabat suaminya yang akan datang nanti, Jodi.



Jodi adalah sahabat lama suaminya saat kuliah dulu. Dia cukup akrab dengan mereka. Ana sudah cukup mengenal Jodi, lebih dari cukup untuk menyadari bahwa hatinya selalu berdesir bila bertatapan mata dengannya. Sebuah perasaan yang tumbuh semakin besar yang tak seharusnya ada dalam hatinya yang sudah terikat janji dengan Roy waktu itu. Dan perasaan itu tetap hidup di dasar hatinya hingga mereka berpisah, Ana akhirnya menikah dengan Roy dan sekarang mereka mempunyai seorang bayi pria.

Ada sedikit pertentangan yang berkecamuk dalam hatinya. Di satu sisi meskipun dia dan suaminya saling menjunjung tinggi kepercayaan dan berpikiran terbuka, tapi dia tetap merasa sebagai seorang istri yang wajib menjaga kesucian perkawinan mereka dan kesetiaannya pada sang suami. Tapi di sisi lain Ana tak bisa pungkiri bahwa ada rasa yang lain tumbuh di hatinya terhadap Jodi hingga saat ini. Seorang pria menarik berumur sekitar tiga puluhan, berpenampilan rapi, dan matanya yang tajam selalu membuat jantungnya berdebar kencang saat bertemu mata. Sosoknya yang tinggi tegap membuatnya sangat menawan.

Ana adalah seorang wanita ayu yang bisa dikatakan sedikit pemalu dan selalu berpegang teguh pada sebuah ikatan. Dan dia tak kehilangan bentuk asli tubuhnya setelah melahirkan. Mungil, payudara yang jadi sedikit lebih besar karena menyusui dan sepasang pantat yang menggoda. Rambutnya lurus panjang dengan mata indah yang dapat melumerkan kokohnya batu karang. Semua yang ada pada dirinya membuat dia mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenisnya meskipun dia tak pernah menunjukkannya. Ah.. Seandainya saja dia mengenal Jodi jauh sebelum suaminya datang dalam kehidupannya!

Ana pejamkan matanya mencoba meredam pergolakan dalam hatinya dan hati kecilnya menuntun tangannya bergerak ke bawah tubuhnya. Vaginanya terasa bergetar akibat membayangkannya dan saat dia menyentuh dirinya sendiri yang masih terhalang celana jeansnya, sebuah ombak kenikmatan menerpa tubuhnya. Jemarinya yang lentik bergerak cepat melepas kancing celananya lalu menurunkan resluitingnya. Tangannya menyelinap di balik celana dalam katunnya yang berwarna putih, melewati rambut kemaluannya hingga sampai pada gundukan daging hangatnya. Nafasnya terasa terhenti sejenak saat jarinya menyentuh kelentitnya yang sudah basah, membuat sekujur tubuhnya merasakan sensasi yang sangat kuat.

Dia terdiam beberapa waktu. Roy pulang 2 jam lagi, dan Jodi juga datang kira-kira dalam waktu yang sama. Kenapa tidak? Dia tak bisa mencegah dorongan hati kecilnya. Toh dia tak menghianati suaminya secara lahiriah, hanya sekedar untuk memuaskan dirinya sendiri dan 2 jam lebih dari cukup, sisi lain hatinya mencoba beralasan membenarkan kobaran gairahnya yang semakin membesar dalam dadanya.

Ana menurunkan celana jeansnya dan mengeluarkan kakinya satu persatu dari himpitan kain celana jeansnya. Melepaskan celana dalamnya juga, lalu dia kembali rebah di atas sofa. Dari pinggang ke bawah telanjang, kakinya terbuka. Pejamkan matanya lagi dan tangannya kembali bergerak ke bawah, menuju ke pangkal pahanya, membuat dirinya merasa se nyaman yang dia inginkan.

Dia nikmati waktunya, menikmati setiap detiknya. Dia membayangkan Jodi sedang memuaskannya, deru nafasnya semakin cepat. Ana tak pernah berselingkuh selama ini, membayangkan dengan pria lain selain Roy saja belum pernah, semua fantasinya hanya berisikan suaminya. Tapi sekarang ada sesuatu dari pria ini yang menyeretnya ke dalam fantasi barunya.

"Ups! Maaf!" terdengar sebuah suara.

Matanya langsung terbuka, dan dia tercekat. Dia melihat bayangan seorang pria menghilang di sudut ruangan. Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan masturbasi selama lebih dari 10 menit, dan dia benar-benar tenggelam dalam alam imajinasinya hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam rumah. Dan dia sadar kalau bayangan pria itu adalah Jodi, dengan terburu-buru dia mengambil pakaiannya dan segera memakainya lagi.

"Mafkan aku Ana, nggak ada yang menjawab ketukanku dan pintunya terbuka..", kata Jodi.

Dia berada di sudut ruangan jauh dari pandangan, tapi dia sudah melihat banyak! Pemandangan yang disaksikannya saat dia memasuki ruangan ini membakar pikirannya. Istri sahabatnya berbaring dengan kaki terpentang lebar di atas sofa itu, tangannya bergerak berputar pada kelentitnya. Pahanya yang lembut dan kencang tebuka lebar, rambut kemaluannya yang hitam mengelilingi bibir vaginanya. Penisnya mengeras dengan cepat dalam celana jeansnya.

"Nggak apa-apa, kamu boleh masuk sekarang..", jawab Ana dari ruang keluarga. Dia sudah berpakaian lengkap sekarang, dan dia berbaring di atas sofa, menyembunyikan wajahnya dalam telapak tangannya.
"Aku sangat malu." katanya kemudian.
"Ah, kita semua pernah melakukannya, Ana!" jawab Jodi.

Dia berdiri tepat di samping Ana, seperti ingin agar Ana dapat melihat seberapa 'kerasnya' dia. Dia tak dapat mencegahnya, wanita ini sangat menggoda. Dia merasa kalau dia ingin agar wanita ini bergerak padanya.

"Tetap saja memalukan!" katanya, menyingkirkan tangannya dari wajahnya.

Vaginanya berdenyut sangat hebat, dia hampir saja mendapatkan orgasme tadi! Sebuah desiran yang lain terasa saat dia melihat tonjolan menggelembung pada bagian depan celana Jodi. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya, tapi masih saja pria ini memergokinya. Sekarang Jodi menjadi lebih terbakar lagi, ini lebih dari cukup.

"Nggak ada yang harus kamu permalukan, setidaknya itu pendapatku setelah apa yang sudah aku lihat tadi!" katanya tenang. Ana menatapnya penuh dengan tanda tanya.
"Aku jadi benar-benar terangsang melihatmu seperti itu, sebuah perasaan yang belum pernah ku alami sebelumnya." dia menjelaskan.

Kata-katanya, adalah kenyataan bahwa dia sangat menginginkannya, membuat Ana semakin basah. Dia menyadari betapa istri sahabatnya ini 'tertarik' akan perkataannya tersebut dan Jodi memutuskan untuk lebih menekannya lagi.

"Lihat akibatnya padaku!" katanya.

Tangannya bergerak mengelus tonjolan pada bagian depan celananya. Ini masih dalam batas yang bisa dikatakan 'wajar', belum ada batas yang dilanggar. Saat Jodi melihat 'noda' basahnya di atas permukaan sofa itu dan mata Ana yang tak berpaling dari seputar pinggangnya, Jodi memutuskan akan melanggar batas tersebut.

Ana hanya melihat dengan diam saat sahabat suaminya ini membuka kancing dan menurunkan resleiting celananya. Ana tak bisa mengingkari bahwa dia menjadi lebih terangsang, dan dia tak menemukan kata yang tepat untuk mencegah pria ini. Dan saat dia menyaksikan pria di depannya ini memasukkan tangannya dalam celana dalamnya sendiri, vaginanya terasa semakin basah.

Jodi mengeluarkan penis kedua dalam hidup Ana yang dilihatnya secara nyata, disamping penis para bintang film porno yang pernah dilihatnya bersama suaminya dulu. Nafas Ana tercekat, matanya terkunci memandangi penis dihadapannya. Dia belum melihat keseluruhannya, dan ini benar-benar sangat berbeda dengan milik suaminya. Tapi ternyata 'perbedaan' itulah yang semakin membakar nafsunya semakin lapar.

"Suka apa yang kamu lihat?" tanyanya pelan. Ana mengangguk, memberanikan diri memandang ke atas pada mata Jodi sebelum melihat kembali pada penisnya yang keras. Jodi mengumpat betapa beruntungnya sahabatnya.
"Sentuhlah!", pinta Jodi.

Ragu-ragu, dengan hati berdebar kencang, Ana pelan-pelan menyentuh dengan tangannya yang kecil dan melingkari penis pria di depannya ini dengan jarinya. Penis pertama yang dia pegang dengan tangannya, selain milik suaminya, dalam enam tahun belakangan. Perasaan dan emosi yang bergolak di dadanya terasa menegangkan, dan dia inginkan lebih lagi. Jodi melihat penisnya dalam genggaman tangan istri sahabatnya yang kecil, dan dia hanya melihat saat Ana pelan-pelan mulai mengocokkan tangannya.

Terasa sangat panas dan keras dalam genggaman tangannya, dan Ana tak dapat hentikan tangannya membelai kulitnya yang lembut dan berurat besar itu. Jodi bergerak mendekat dan membuat batang penisnya menjadi hanya beberapa inchi saja dari wajah Ana.

Jodi menyentuh tubuh Ana, tangannya meremas pahanya yang masih terbungkus celana jeans. Tanpa sadar Ana membuka kakinya sendiri melebar untuknya, dan tangan Jodi bergerak semakin dalam ke celah paha Ana. Terasa desiran kuat keluar dari vaginanya saat tangan Jodi mulai mengelusi dari luar celana jeansnya, Ana menggelinjang dan meremas penisnya semakin kencang.

Dengan tangannya yang masih bebas, dipegangnya belakang kepala Ana dan mendorongnya semakin mendekat. Ana tak berusaha berontak. Matanya masih terpaku pada penis Jodi, dia menunduk ke depan dan dengan lembut mencium ujung kepalanya. Lidahnya terjulur keluar dan Ana kemudian mulai menjilat dari pangkal hingga ujung penis barunya tersebut.

Sekarang giliran Jodi, tangannya bergerak melucuti pakaian Ana. Ana yang sedang asik dengan batang keras dalam genggaman tangannya tak menghiraukan apa yang dilakukan Jodi. Diciumnya kepala penis Jodi, menggodanya seperti yang disukai suaminya (hanya itulah seputar referensi yang dimilikinya).

Tangan Jodi menyelinap dalam celana dalam Ana, tangannya meluncur melewati rambut kemaluannya. Ana melenguh pelan saat tangan Jodi menyentuh kelentitnya. Dia membuka lebar mulutnya dan memasukkan mainan barunya tersebut ke dalam mulutnya, lidahnya berputar pelan melingkari kepala penis dalam mulutnya. Jodi mengerang, merasakan kehangatan yang membungkus kejantanannya. Dia menatapnya dan melihat batang penisnya menghilang dalam mulut Ana, bibirnya mencengkeram erat di sekelilingnya dan matanya terpejam rapat.

Jodi menjalankan jarinya pada kelentit Ana, menggoda tombol kecilnya, mulut Ana tak bisa bebas mengerang saat tersumpal batang penis Jodi. Dorongan gairah yang hebat membuat Ana semakin bernafsu mengulum naik turun batang penis Jodi. Pinggulnya dengan reflek bergerak memutar merespon tarian jari Jodi pada kelentit sensitifnya.

Jari Jodi mengeksplorasi lubang hangatnya Ana, membuat lenguhannya semakin sering terdengar dalam bunyi yang aneh karena dia tak juga mau melepaskan mulutnya dari batang penis Jodi. Ana tak lagi memikirkan apa yang dia perbuat, dia hanya mengikuti nalurinya. Ini benar-benar lain dengan dia dalam keseharian, sesuatu yang akan membuat suaminya mati berdiri bila dia melihatnya saat ini. Semuanya meledak begitu saja. Sesuatu yang dimiliki pria ini yang membuka pintu dari sisi lain dirinya dan Jodi sangat menikmati perbuatannya. Masing-masing masih tetap asyik dengan kemaluan pasangannya. Dan Ana menginginkan lebih dari ini. Mereka berdua menginginkan lebih dari sekedar begini.

Ana menelan seluruh batang penis Jodi, menahannya di dalam mulutnya untuk memenuhi kehausan gairahnya sendiri. Hidungnya sampai menyentuh rambut kemaluan Jodi, ujung kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokannya hingga hampir membuatnya tersedak.


Ke Bagian 2
readmore »»  

Kundalini 03

Sambungan dari bagian 02

Tangan kanan Prast kembali beraksi. Kini dengan memukuli pantatku yang terganjal bantal. Sakit tapi nikmatnya terasa sekali, sementara jempol dan jarinya bergantian memainkan klitorisku dan penisnya menyodok vaginaku. Semakin sakit aku merasa semakin nikmat. Namun kami bukan pasangan masochis. Kami hanya sekedar bereksperimen dengan gaya bercinta.



Aku kembali mengejang karena orgasme, sementara Prast kulihat masih tegar dan menikmati permainan ini. Dua kali sudah aku orgasme. Mungkin inilah yang disebut sebagai multi orgasme. Bahagia sekali rasanya memiliki pasangan yang mampu memuaskan nafsuku. Prast pun sangat menyukai hal ini. Aku yang dianggap sebagai gadis desa pendiam dan rendah diri oleh teman-temanku sekelas di kampus sebenarnya adalah maniak seks. Sementara orang melihat Prast sebagai pemuda yang kekanak-kanakan karena kesenangannya akan kartun dan video game. Tidak seorang pun yang menyadari bahwa sebenarnya kami adalah pasangan yang sangat panas dalam bercinta.

Hampir dua jam sudah Prast meyetubuhiku dan belum tampak tanda-tanda ia akan orgasme juga. Kekuatan dan gaya bermain seksnya lah yang mungkin menjadikan aku makin cinta kepadanya. Aku turuti kemauannya untuk terus bersanggama sampai kapan pun.

Dua puluh menit kemudian barulah Prast mulai tampak goyah. Pertahanannya tampaknya akan segera jebol. Aku mulai memompa semangat berusaha memuaskannya. Tetapi apa yang terjadi justru sebaliknya, dia bertambah kencang dan aku bertambah lemah. Tidak, aku tidak boleh kalah, pikirku. Akhirnya aku kembali mengalami orgasme, mengejang keras, menggeretakkan gigi-gigiku karena tangan dan kakiku terikat.

Baru lima menit sesudahnya Prast mencabut penisnya dan bergegas naik ke atas tubuhku dan menjepitkannya di antara kedua belah payudaraku yang ditekannya dengan tangan sehingga mampu memberi kenikmatan laksana dinding vagina. Digesekkannya maju mundur sampai akhirnya spermanya dimuntahkannya di atas payudaraku dan dimintanya aku mengulumnya, setelah bersih tidak ada lagi sisa sperma yang menyembur.

Perlahan kurasakan penisnya mengecil dalam mulutku sehingga dapat kukulum penuh dalam mulutku beserta buah pelirnya. Kami tersenyum puas tepat jam sebelas. Berarti kami bercinta kurang lebih selama tiga jam. Entahlah itu tergolong lama atau tidak, yang penting aku terpuaskan sampai tiga kali dan untungnya aku juga dapat memuaskan Prast, meskipun setelah itu kurasakan pergelangan kakiku terasa nyeri akibat ikatan yang terlalu kencang. Malam itu Prast akhirnya menginap di tempatku.

Setelah membersihkan badan, kami rebahan di kasur lipat tipis milik temanku sambil nonton berita menjelang tengah malam salah satu TV swasta. Tubuh kami masih terbalut handuk saja. Namun karena agak dingin, aku mengambil selimut di kamar dan berpelukan agar lebih hangat. Handuk kami lempar ke tempat pakaian kotorku. Kami terbiasa tidur telanjang berdua di rumah Prast. Di bawah selimut, kami berdua berpelukan, telanjang, sambil nonton TV. Segar sekali rasanya mandi setelah bercinta. Pikiranku jadi lebih tenang dan lebih jernih. Entah karena apa aku tidak tahu.

Kira-kira jam setengah dua dini hari, saat program TV sudah habis, Prast membopongku ke kamar. Aku kecapekan setengah mati setelah tiga kali orgasme malam itu. Prast selalu memilih sisi kanan ranjang. Itu tidak masalah, karena aku dapat tidur di sisi manapun. Namun ternyata, aku tidak dapat tidur pulas karena Prast selalu menggangguku dengan rabaan-rabaan nakal di pusarku dan bagian atas kemaluanku yang terasa sangat menggelitik. Kubalas dengan mencoba meraba penisnya, tetapi, astaga, ternyata penisnya sudah tegang mengacung dan aku tertawa karena selimut kami jadi mirip tenda pramuka. Digesek-gesekkannya penisnya ke perutku. Aku yang tadinya kegelian kini jadi terangsang.

Tawaku berubah jadi sensasi aneh yang menjalari seluruh tubuhku. Aku pun mulai bereaksi dengan mencari tangan Prast dan membimbing tangannya untuk meraba dan meremas payudaraku. Aku memang terkadang gampang panas. Mungkin ini pulalah yang disukai Prast dariku. Sementara tangannya meremas payudaraku, tanganku bergerak ke bawah, mencoba menggapai batang penisnya. Aku selalu menikmati momen-momen seperti ini. Kugenggam batang penis Prast, kurasakan kehangatannya di telapakku dan kupejamkan mataku menikmati segenap sensasi yang muncul. Rasa hangat yang aneh, yang disertai berdirinya buluku seiring dengan sentuhan kulit tubuh telanjang kami berdua di bawah selimut.

Tiba-tiba Prast beranjak turun dari ranjangku dan bergegas ke ruang tamu. Aku heran, kenapa dia berbuat begitu. Ternyata dia mengambil toples yang berisi kripik singkong. Aku memang suka menyimpan keripik singkong yang jadi kesukaannya. Apa lagi yang hendak dilakukannya. Gaya bercinta yang selalu baru membuatku terheran-heran atas fantasinya. Sekarang apa lagi yang akan terjadi, aku hanya dapat menebak-nebak.

Diangkatnya selimut yang menutupi tubuhku, lalu ditariknya kakiku sehingga badanku terseret agak ke pinggir ranjang. Diremasnya keripik singkong itu kecil-kecil dan ditaburkannya di sekujur badanku. Kini aku sudah mulai dapat menebak jalan pikirannya. Setelah rata ditaburkannya keripik singkong itu di atas badanku, perlahan dia naik ke atas ranjang dan rebah di sampingku. Posisi tubuhnya miring sehingga memungkinkannya bersentuhan langsung dengan kulitku. Dia mulai dengan mencoba menjilati seluruh kripik yang ditaburkanya ke sekujur badanku.

Kini aku dihinggapi sensasi aneh ketika ujung kripik singkong yang kasar tersebut meyentuh kulitku sewaktu akan dimakan Prast. Campuran antara kasarnya ujung singkong dan lembutnya ujung lidah Prast menciptakan fantasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Ini sangat berbeda dengan rabaan atau ciuman mesra bibir Prast yang biasanya menghujani punggung dan dadaku.

Tanganku memelintir puting payudaraku sendiri keenakan. Kutarik kencang-kencang agar rasa gatal akibat gesekan ujung kasar keripik itu kalah. Tetapi hal ini tidak terlau banyak menolong. Aku makin panas dan bertambah horny. Kubiarkan lidahnya menari-nari di atas tubuhku, menjilati bersih semua kripik singkong yang ia taburkan. Sementara aku mencoba menikmati segenap sensasi yang timbul dengan berdiam diri. Semakin aku berusaha menekan, semakin tersiksa aku, namun kenikmatan yang kudapat akibat siksaan itulah yang membuatku tetap bertahan untuk mencapai titik akhir yang paling nikmat.

Terdengar gila memang, cewek seperti aku yang pendiam ternyata memiliki fantasi seksual yang aneh. Mungkin ini pula yang membuatku melayani Prast untuk main kasar tanpa harus menjadi seorang sadomasochis. Prast lah yang mengajari semua yang kutahu, termasuk semua istilah seksual yang tadinya adalah tabu bagiku. Karena Prast pulalah, fantasi seksualku makin menggila. Tampaknya aku memang berpotensi untuk memiliki fantasi seksual yang agak sakit.

Tidak perlu kukatakan betapa nikmatnya waktu lidahnya berputar-putar di sekeliling putingku karena aku yakin pasti anda sudah tahu. Namun waktu lidahnya mulai menjilati pusarku, inilah bagian yang paling kusuka. Aku justru merasa sangat terangsang ketika jemari atau lidah Prast membelai bagian antara pusar dan lubang kelaminku. Tanpa diminta pun, Prast sudah tahu dan sedikit berlama-lama ketika mencapai bagian ini. Pria satu ini memang penuh pengertian dan jagoan bercinta.

Setelah puas dengan sedikit foreplay, Prast berbisik lembut kepadaku untuk mengambil agar agak memiringkan badanku. Pasti ada posisi baru, bathinku. Aku turuti kemauannya, kumiringkan badanku ke kiri. Prast segera mengambil posisi di dekat selangkanganku dan menelentangkan badannya. Selangkangan kami bertemu. Aku mulai paham, poros bertemu poros. Kaki kanan Prast di dadaku, sedangkan yang kiri di punggungku. Begitu pula dengan kakiku yang ada di dada dan di bawah punggungnya yang sengaja diangkatnya sedikit.

Perlahan Prast menusukkan penisnya ke lubangku. Napasku tertahan waktu Prast memintaku untuk beringsut mendekat. Seiring aku mendekat, penisnya makin terbenam ke lubangku dan gerakanku menciptakan sensasi aneh. Mungkin ini terjadi karena penis Prast secara tidak beraturan membentur dinding kemaluanku. Posisi gunting seperti ini sungguh memberi kami kenikmatan yang teramat sangat. Ini kurasakan karena dengan posisi begini, penis Prast dapat masuk seluruhnya ke dalam vaginaku. Bahkan kurasakan tulang kemaluannya keras membentur dinding luar lubang vaginaku.

Untuk memudahkan gerakannya, Prast sedikit mengangkat tubuhnya dengan jalan bertumpu pada tangannya. Posenya seperti orang senam kuda-kuda pelana. Kakinya sedikit menekuk tepat di depan perutku. Dengan cara seperti ini, tubuhnya dapat bergerak seperti naik turun, tapi dalam kondisi miring. Dia memulainya dengan gerakan perlahan, namun secara pasti makin bertambah cepat. Tubuhku terhentak-hentak tidak keruan karena sodokannya dari bawah tersebut. Aku berusaha untuk turut bergerak, namun terasa agak sulit, dan terlebih lagi Prast memintaku untuk menikmati saja setiap tusukannya.

Aku tidak tahan lagi. Ayo kundalini, tahan orgasmemu sebentar lagi, bisikku dalam hati. Terus terang sangat sulit bagiku untuk tidak langsung orgasme dengan posisi sanggama seperti ini. Aku berusaha menahan orgasme dengan menekan kenikmatan yang kurasakan. Secara psikologis aku memang agak tertekan kalau begini. Aku tahan semampuku, namun jebol juga pertahananku. Aku tidak kuat lagi untuk menahan segenap cairan yang sudah meluap-luap di dalam kemaluanku. Aku rengkuh betis Prast dan kutarik sekuatnya agar penisnya terbenan seluruhnya ketika aku orgasme.

Aku tahan beberapa waktu dan Prast menurut saja. Kupikir dia tahu aku mencapai puncakku. Kurasakan hangat dan nikmat. Aku pasrah saja dan membiarkan Prast melanjutkan permainan kami. Lagian aku juga menikmati setiap tusukan Prast ketika kami bersanggama.

Tidak lama kemudian kulihat lutut Prast sedikit bergetar. Pasti dia sudah hampir memuncak, pikirku. Dan benar saja. Gerakan Prast cepat dan bertambah cepat serta tidak teratur. Kini dia tidak saja menghunjamkan penisnya, namun juga menggoyangkannya. Mau tidak mau aku yang tadinya pasrah menikmati, akhirnya jadi tambah tinggi juga karena tusukan yang disertai goyangan ini.

Ehhg, jeritku tertahan. Aku mencoba menahan diri ketika kurasakan Prast mencabut batang penisnya dan duduk mendekatiku. Secara refleks, langsung kukocok penisnya, sementara tangan Prast meraih vaginaku dan memainkan klitorisku dengan jari tengahnya (mungkin karena hal ini tanda jari tengah dianggap 'saru'). Dengan gemasnya jari Prast menekan-nekan klitorisku, dan ini membuatku makin terangsang.

Segera saja kumasukkan sebagian batang penisnya ke mulutku dan kuoral dia, keluar masuk mulutku sambil kumainkan lidahku di glan penisnya. Tidak tahan dengan hisapan dan jilatan lidahku, Prast akhirnya memuntahkan seluruh spermanya. Ditekannya kepalaku agar seluruh penisnya masuk ke mulut, dan benar-benar menyentuh anak tekakku. Kurasakan enam kali semburan keras diikuti beberapa kali semburan kecil. Semua spermanya tertelan olehku. Aku hampir muntah ketika penisnya menyentuh anak tekakku. Untung aku sudah agak terbiasa dengan batang penisnya yang, menurutku, lumayan panjang.

Sebenarnya aku agak jijik kalau harus meminum spermanya. Tapi kali ini apa boleh buat, ini juga tidak terhindarkan dan langsung masuk ke tenggorokanku. Ketika itu aku pun tidak terlalu merasakan jijik karena sedang terbuai kenikmatan jari Prast yang dengan kerasnya menekan dan memutar-mutar di klitorisku serta meremas bibir kemaluanku dengan ganasnya. Perbuatannya memaksaku untuk mencapai orgasme kedua yang hanya berbeda beberapa saat dengan saat Prast mencapai puncaknya.

Hari itu kami bangun agak telat, pada saat acara musik TV swasta yang ditayangkan setiap jam 08.30 pagi sudah hampir usai. Kami menikmati hari berdua saja dan hanya keluar rumah kost untuk membeli makanan.

TAMAT
readmore »»  

Kundalini 02

Sambungan dari bagian 01

Pengalaman pertama bersanggama inilah yang mungkin akhirnya mempengaruhiku menjadi cewek yang dapat dikatakan gila seks. Bayangkan, kami melakukan ini dua sampai tiga kali setiap malam (kecuali kalau aku lagi menstruasi, tentunya) dengan berbagai gaya yang berbeda. Prast memang pandai dalam membuatku jadi pecinta yang gila, dan yang aku herankan, aku pun yang pendiam ini terbawa permainannya. Lebih-lebih lagi, kata Prast, dia kadang-kadang sampai heran dan kewalahan mengatasi kemampuanku bertahan dalam bermain seks selama lebih dari satu atau dua jam.



Pernah pada suatu hari, ketika itu kami sedang KKN di desa yang memang terpencil, kebetulan kami ditempatkan di desa yang sama, kami minta ijin untuk pulang ke kota perguruan tinggi kami untuk mengurus proposal dana KKN. Kostku sepi karena KKN di universitasku memang dilaksanakan setiap musim liburan, akhirnya Prast memutuskan untuk menginap di tempatku. Kami bercinta seharian, baik di kamarku, ruang tamu, dapur ataupun kamar mandi. Selama tiga hari kami nikmati kebebasan itu dengan bercinta. Berbagai gaya kami coba karena gairah yang kami pendam hampir sebulan lebih di desa KKN tidak mampu melakukan percintaan.

Siang itu sebelum besoknya kami berencana untuk kembali ke desa KKN, kami bercinta sampai petang menjelang. Prast dan aku rebahan di ruang tamu sambil nonton TV. Namun berakhir dengan bergumul dan saling mencium. Rangsangan yang dilakukannya sangatlah efektif. Kami yang waktu itu baru saja selesai mandi setelah bercinta, kini mulai terlibat melakukan foreplay lagi, yang tampaknya akan disusul dengan percintaan.

Satu yang kucinta dari cowok ini adalah kepandaiannya melambungkan emosiku naik turun. Kadang dia bergerak cepat tanpa menghilangkan kemesraan, lalu menurunkan temponya begitu saja seolah tidak niat bercinta dan menungguku untuk aktif memulai percintaan.

Begitu juga siang itu, setelah merangsangku habis-habisan, tiba-tiba dia berhenti diam mematung. Aku yang sadar akan hal itu segera bertindak aktif sebelum suasana menjadi dingin. Aku harus menciuminya dan melepas celananya tanpa menggunakan tangan. Fantasi kami memang cukup liar. Kugigit lepas kancing bajunya satu per satu. Kuciumi seluruh dada dan perutnya. Lidahku menari menyusuri sampai ke pusar dan kususul dengan kancing celananya. Agak sulit memang, karena tanganku kubiarkan saja diremas oleh Prast. Setelah kancing celana lepas, barulah celana itu kuturunkan dan baju Prast kulepas.

Prast menyuruhku untuk mengambil bantal dari kamarku. Aku heran, gaya apa lagi yang akan kami pakai, namun kuturuti saja. Aku disuruhnya untuk rebah dan ternyata bantal itu dia pakai untuk mengganjal pantatku. Akibatnya, kemaluanku kurasakan mengembang dan terbuka lebar. Aku heran, tahu darimana dia tentang hal ini.

Perlahan, diciuminya pusar dan daerah sekitar kiri and kanan kemaluanku. Rasanya sungguh menggelitik. Aku gemas dan meraih kepalanya lalu mengarahkannya ke kemaluanku. Setelah puas menciumi lalu dia mulai menjilati bagian dalam vaginaku. Dia menyuruhku untuk tidak memakai tanganku. Uuugh, rasanya ingin aku menempeleng dia akibat siksaan kenikmatan yang amat sangat. Aku tidak mampu berbuat apa-apa. Tanganku hanya mampu mengepal dan mengejang di samping tubuhku, sementara dia dengan bebasnya menjilati klitorisku dan vaginaku yang terbuka lebar. Dia tiup lubangku dengan mesranya, dingin. Kembali aku terbuai, karena tiupannya disusulnya dengan gigitan pada bibir kemaluanku yang kurasakan makin gatal dan panas.

Akhirnya saat yang kunanti tiba juga. Dia mulai bangkit dan dengan mudahnya memasukkan penisnya ke lubangku yang terbuka lebar menganga. Tanganku mengangkat ke atas, sementara Prast bertumpu pada kedua tanganku. Teriknya siang itu jadi bertambah panas dengan percintaan kami berdua. Kami terdiam beberapa saat lamanya tepat setelah Prast melakukan penetrasi. Aku hapal dia, Prast sedang berusaha menikmati kehangatan bagian dalam kemaluanku. Memang, waktu kami berhenti dan diam, aku dapat merasakan denyutan penis Prast dalam lubangku. Sementara lubangku pun juga berdenyut-denyut memijit batang penisnya. Kediaman itu justru menambah kenikmatan.

Prast memang pandai dalam bercinta. Dia pula lah yang mengajariku cara untuk menggerakkan otot kemaluanku, terutama bibir dan dinding kemaluanku, sehingga aku dapat memijit penisnya tanpa harus melakukan gerakan apapun. Inilah yang kami lakukan siang itu. Mencoba menikmati kediaman dengan merasakan denyutan penis Prast dan pijitan vaginaku.

Setelah beberapa lama, Prast akhirnya bergerak juga naik turun menusukkan penisnya ke lubangku. Aku secara naluriah mengimbanginya dengan menggoyangkan pantatku. Ternyata bantal yang ditaruhnya di pantatku sangat menolong. Biasanya agak susah untuk mengoyangkan pantatku akibat tekanan Prast, namun kali ini gampang saja, karena relatif lebih licin. Hampir lebih dari satu jam kami melakukannya sebelum akhirnya Prast mengangkatku untuk berganti gaya.

Tanpa melepas penisnya dari kemaluanku, Prast mengangkat tubuhku yang relatif kecil (beratku 41 kg). Agak susah memang, tapi dia memang pintar. Waktu dia mencoba mengangkat tubuhku, otomatis aku memeluknya erat dan ini membuat penisnya tenggelam lebih dalam ke lubangku. Sementara itu, waktu tubuhnya telah tegak dan aku menggelayut memeluk lehernya, tangannya mengangkat pahaku agar penisnya tidak lepas dari vaginaku. Betisku (sebenarnya tungkai) kulingkarkan ke lehernya untuk membantu dia agar aku tidak terjatuh.

Dan waktu dia mencoba memperbaiki posisi berdirinya sambil memanggulku, inilah yang kurasakan sangat intens. Penisnya dengan kasar menyodok kelaminku karena memang tidak ada kontrol waktu tubuhku diangkatnya agar posisi kami lebih baik. Lalu dengan kasarnya tubuhku dilambung-lambungkan pelan. Hunjaman batang penisnya kurasakan sangat menyiksaku. Tetapi justru tusukan yang terasa kasar, dalam dan tidak terkontrol ini malah menambah intens ketegangan kemaluan kami berdua.

Tetap dalam posisi yang sama, disandarkannya punggungku ke tembok. Waktu dia berjalan ke tembok, karena aku masih menggantung dan kemaluannya masih tetap tertancap di lubangku, maka sangat terasa hentakan ketika Prast melangkah dan ini membuatku makin gila. Setelah bersandar barulah aku agak tenang. Kami mencoba berhenti sebentar untuk menikmati momen ini. Kurasakan batang Prast berdenyut naik turun meskipun dia dalam posisi diam. Sementara kurasakan lendirku turun melumasi batang penis Prast. Kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut. Aku lihat Prast merem melek menikmati remasan lubang vaginaku atas penisnya. Lembut aku diciumnya.

Karena sulit untuk mendapatkan kenikmatan waktu bersandar di tembok, aku meminta Prast agar menggendongku keliling ruang tamu. Sebenarnya ini hanya alasanku saja, karena aku telah dibutakan oleh sensasi kenikmatan kasarnya sodokan penisnya yang tadi kurasakan waktu dia memanggulku. Prast mengiyakan dan langsung mengangkat kembali tubuhku dengan memperbaiki sanggaan atas pahaku dan membawaku berjalan keliling ruang tamu. Pelan saja, pintaku, yang dijawabnya dengan anggukan. Wajahnya tenggelam di antara kedua belah payudaraku yang tidak terlalu besar (dada 34B, lingkar pinggang 27).

Aduuh, nikmatnya merasakan tusukan kasar dalam gerakan jalan lambat seperti ini, batinku. Makin lama, kurasakan jalan Prast bertambah cepat dan hentakan yang terasa pun makin kuat. Tempo permainan itu pun makin cepat. Tanganku makin erat melingkari lehernya. Aku tidak mau jatuh. Sedangkan aku juga tidak mau begitu saja Prast menanggung berat badanku dengan kedua lengannya. Hentakan penisnya makin lama makin hebat. Aku mengerang. Kutancapkan kukuku di punggungnya. Aku hampir orgasme. Inikah kenikmatan cinta?

Setelah mengelilingi ruang tamu empat kali, aku akhirnya mencapai orgasme yang teramat sangat nikmat. Direbahkanya aku di meja dapur dan dibiarkannya aku menikmati puncak kenikmatan itu. Tusukannya dipercepat di atas meja itu. Kakiku yang sekarang terangkat di pundaknya mengejang. Sementara tanganku berpegangan erat pada kedua sisi meja dan tangan Prast bertumpu pada pundakku. Tiba-tiba dicabutnya batang penisnya dari lubang vaginaku dan dikocoknya di hadapanku. Rupanya ia pun hampir mencapai orgasme.

Tidak lama kemudian, dimuncratkannya spermanya ke pusarku. Ada sekitar tujuh kali semburan dahsyat disertai beberapa kali muncratan sisa spermanya. Bahkan wajahku pun bersimbah sperma yang tidak sengaja muncrat, bercampur dengan keringat akibat teriknya siang itu dan sanggama kami. Puas rasanya siang itu.

Satu hal lagi yang kusukai dari Prast adalah kekuatannya bersanggama. Meskipun telah beberapa kali bersanggama dan memuntahkan spermanya, ia masih kuat untuk melakukannya lagi ketika kami mandi berdua siang itu. Butuh waktu dua jam bagi kami untuk mandi dan bersanggama lagi setelah lebih dari satu jam bersanggama sebelumnya siang itu. Kami mandi di dua kamar mandi yang berseberangan tanpa menutup pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi bersama dan bersetubuh lagi di kamar mandi.

Pernah suatu kali kami mencoba main dengan gaya kasar. Kata Prast ini adalah 'bondage' atau penyiksaan. Beberapa kali aku pernah melihatnya waktu kami nonton film blue Jepang. Apa salahnya ini kami praktekkan pula.

Waktu itu dua hari setelah ulang tahunku ke duapuluh tiga di bulan september. Mahasiswa baru biasanya masuk sekitar bulan Agustus. Sementara mahasiswa lama baru mulai kuliah sekitar awal September. Itu pun masih banyak yang bolos hingga akhir September, bahkan lebih. Kostku memang masih sepi, karena mayoritas isinya mahasiswa senior. Sebenarnya bisa saja kami bercinta di rumah Prast, karena ia memang tinggal sendirian. Tetapi kami lebih suka melakukannya di kostku.

Malam itu hari Rabu sekitar jam delapan lebih (karena layar emas di TV swasta sudah mulai), kami bercinta. Kali ini tanpa foreplay, Prast menyuruhku untuk mengambil sabuk. Aku turuti dan kuambil sabuk kimonoku. Ternyata sabuk kain itu ia gunakan untuk mengikat tanganku. Direbahkannya aku di tempat tidurku. Tanganku menghadap ke atas. Diciuminya aku dengan kasar. Seperti yang aku telah katakan, kami berdua memiliki fantasi seksual yang liar. Meskipun aku pendiam, namun urusan seks aku sangat berpikiran progresif. Kalau ada sesuatu yang baru, kenapa tidak dicoba untuk sekedar menyegarkan suasana.

Prast masih duduk di atas tubuhku, ketika tiba-tiba dirobeknya bajuku dengan kasar. Aku menyukai gayanya. Bra-ku pun direnggutnya. Padahal biasanya dia menggigit hook bra-ku sampai lepas. Kali ini sangat berbeda. Setelah itu, giliran rokku yang ditariknya ke bawah hingga kancingnya pun lepas. Seperti telah kukatakan, aku lebih senang memakai rok tanpa celana dalam. Kini aku telah telanjang bulat di hadapannya.

Dia lalu berdiri dan melepas kaus serta celananya satu persatu hingga bugil. Kulihat penisnya mengacung tinggi di atasku. Ooh, indahnya. Dia turun dari kasur dan tubuhku diseretnya hingga kakiku berjuntai di pinggir tempat tidur. Posisi pantatku yang berada di bibir tempat tidur membuat kemaluanku merekah lebar. Sementara tanganku masih terikat ke atas. Dengan kasarnya dipukulkannya batang penisnya ke vaginaku. Sakit sekali rasanya, tapi aku telah terbuai oleh kenikmatan yang akan kunikmati. Pelan-pelan dia naik ke ranjang dan ditamparkannya kembali batang penisnya ke pipi kanan dan kiriku berulang-ulang.

Turun dari ranjangku, diambilnya ikat pinggangnya yang kubelikan untuk hadiah ulang tahunnya. Ujung ikat pinggang yang terbuat dari logam itu dipukulkannya ke perut dan kemaluanku. Nikmat sekali rasanya meskipun sakit. Aku mengaduh kesakitan, namun memintanya untuk terus menyakitiku. Tiba-tiba dimasukkanya dua jarinya ke dalam lubang kemaluanku dan dihunjam-hunjamkannya dengan kasar. Sementara tangan kanannya digunakannya untuk menjambak rambutku. Kini posisiku seperti udang goreng, melengkung. Satu karena jambakan Prast, dan yang satu lagi karena hunjaman jarinya atas kemaluanku.

Tidak puas dengan dua jari, kini tiga jarinya dimasukkan ke lubangku. Jari telunjuk dan manis masuk ke lubang, sementara jari tengahnya menggosok-gosok klitorisku, terasa geli setengah mati. Nikmat bercampur geli, namun aku tidak dapat berbuat-apa-apa karena terikat. Tanganku yang terikat tidak memungkinkan aku bergerak bebas. Kakiku menendang ke sana kemari. Tiba-tiba Prast menghentikan hunjamannya. Diambilnya sabuk yang tadi dipergunakannya untuk mencambukiku. Diikatnya kakiku dengan sabuk itu. Satu ke kaki tempat tidur kiri dan kaki kananku diikatnya dengan tali tasnya ke kaki kanan ranjangku.

Kini aku tergeletak mengangkang, terikat, telanjang dan tidak berdaya bagaikan wanita Jepang dalam film blue. Prast kulihat kembali mendekati diriku dan menciumi vaginaku yang terbuka lebar. Diambilnya bantal dan diganjalkannya ke bawah pantatku. Waktu diganjalkannya bantal itu, karena kakiku terikat, otomatis ikut tertarik dan pergelangan kakiku terasa sakit sekali. Kembali ia naik ranjangku dan disodorkannya penisnya ke wajahku. Posisinya yang berada di atas tubuhku persis tidak memungkinkanku untuk menghindar. Aku tahu, aku harus mengulumnya seperti layaknya permen saja.

Dulu waktu pertama kali aku harus mengulum penis Prast, terus terang aku merasa jijik. Tetapi Prast memang mungkin telah mempersiapkan segalanya. Biasanya sebelum memintaku mengulum penisnya, dia ke kamar mandi dulu untuk mencuci barangnya hingga bersih. Sehingga waktu aku pertama mengulumnya tidak terlalu merasa jijik.

Kini pun aku akan melakukannya lagi. Segera kujulurkan lidahku untuk menjilatinya. Aku merasa bagaikan anjing yang memohon pada tuannya untuk diberi makan. Kujilati ujung penisnya (glan). Prast merem melek kegelian karena nikmat. Ditariknya lagi penisnya dan dipukulkannya ke pipi dan mataku berulang kali. Aku mengaduh kesakitan, namun itu tidak akan menghentikannya, karena ia tahu aku menyukai dan menikmati rasa sakit yang kualami.

Kusodorkan mulutku untuk mengulumnya, namun Prast kembali menyiksaku dengan jalan menaikkan posisi tubuhnya sehingga aku harus berusaha keras untuk dapat menggapai ujung penisnya. Tubuhku harus meregang, yang tentu saja kembali menyakitkan pergelangan kakiku meskipun kedua tanganku terikat bebas tidak ditalikan di kedua kepala ranjang.

Tiba-tiba saat tubuhku meregang ke atas mencoba menggapai penisnya, Prast menurunkan tubuhnya, sehingga tak ayal lagi seluruh batang penisnya yang sepanjang 27 centimeter masuk memenuhi seluruh rongga mulutku dan menyentuh anak tekakku. Hampir aku muntah dibuatnya. Bagaimana tidak, kemaluannya yang kupikir cukup panjang itu masuk sampai ke tenggorokanku. Aku sampai tersedak dibuatnya. Segera kukatupkan bibirku ke dalam gigiku sehingga tidak akan melukai batang penisnya. Aku tahu ini karena pernah Prast marah karena gigiku menggores batang penisnya.

Aku segera membasahi penisnya dengan ludahku, lalu kukulum keluar masuk dengan sangat tersiksa karena kakiku sakit terikat. Prast tidak tinggal diam, tubuhnya maju mundur (naik turun) memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulutku. Aku tersentak-sentak karena tenggorokanku terisi penuh oleh kemaluannya.

Ia tidak berhenti begitu saja. Tangannya terulur ke belakang dan ujung putingku ditariknya keras-keras. Akibatnya aku pun secara refleks dengan bibir terkatup ke gigi menggigit kemaluannya. Mungkin inilah yang menyebabkan dia merasa begitu menikmati permainan ini. Kusedot keras-keras batang kemaluannya, seiring dengan mengerasnya putingku ditarik. Dicubitinya putingku agar hisapanku tambah kencang. Aku tahu apa yang ia sukai dan ia tahu apa yang kubutuhkan. Kenikmatan kasar.

Setelah beberapa lama, dicabutnya penisnya dari mulutku dan kini aku mulai menjilati buah pelirnya. Aku sruput buah pelir yang berbulu tipis itu. Pernah satu kali Prast menamparku karena aku menyedotnya terlalu kencang. Kini, kuberanikan lagi untuk menyedotnya kencang-kencang agar dia menamparku dan aku terpuaskan. Namun reaksinya berbeda. Bukan tamparan yang kuterima, tetapi tangannya meraih jauh ke vaginaku dan menepuknya keras-keras. Aku mengaduh kenikmatan.

Sekarang dia berdiri di atasku. Kulihat kemaluannya naik turun pertanda nafsu yang memburu tidak keruan. Napasku pun tersengal-sengal karena ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih dari sekedar mengulum penis. Aku tertawa terkikik. Prast tersenyum, paham maksudku. Dia turun dari ranjang dan kembali memukulkan batang penisnya ke kemaluanku.

Penisnya yang basah oleh ludahku dengan mudah menerobos lubang senggamaku. Dihunjamkannya dengan keras sehingga tubuhku terangkat naik ke atas ranjangku. Kembali kakiku terasa sakit karena tertarik oleh hentakannya itu. Jempolnya tidak diam, namun turut menekan dan memainkan klitorisku. Aku semakin gila dan kepalaku terayun-ayun ke sana kemari. Kenikmatan yang kurasa sudah tak tertahankan lagi. Aku jebol dan mencapai orgasme yang teramat sangat tinggi. Baru kali ini aku merasa nikmat dan sakit dalam waktu yang bersamaan setelah lebih dari setengah jam bercinta. Pun itu tidak hanya satu kali saja. Karena Prast tidak menghentikan permainannya meskipun ia tahu aku sudah orgasme. Ia belum, itu yang ia pikirkan. Mau tidak mau aku harus tetap melayaninya.

Hunjaman demi hunjaman yang disertai tekanan atas klitorisku kembali merangsangku dan membuatku mampu mengimbangi permainannya. Alat kelamin Prast tetap tegar menusuk lubangku dengan kasarnya. Berulang-ulang kulihat Prast membasahi jarinya dengan ludahnya dan menggunakannya untuk melumasi klitorisku. Nikmatnya kurasa sampai ke ubun-ubun. Vaginaku kembali berlendir setelah agak kering karena orgasme telah lewat. Perih yang kurasakan kini hilang kembali berganti kenikmatan tusukan Prast yang disertai goyangan memutar.

Penisnya kurasakan bagai bor tumpul yang mendera dinding kelaminku. Ujung penisnya terasa menyodok-nyodok dinding rahimku. (Kalau batang penis anda cukup panjang, pasti inilah yang akan pasangan anda rasakan).

Bersambung ke bagian 03
readmore »»  

Kundalini 01

Namaku Kundalini. Sebenarnya aku malas menceritakan pengalamanku ini ke orang lain, apalagi aku harus mengetiknya terlebih dahulu. Tapi tak apa-apalah. Hitung-hitung ada teman cerita.

Seperti tadi sudah kunyatakan, namaku Kundalini, cewek 25 tahun, 41 kg, 34B. Aku tinggal di kota kecil di Jawa Tengah, setelah menyelesaikan studiku di perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah. Aku tidak mau terlalu spesifik memperkenalkan diriku.



Aku termasuk orang yang dapat dibilang maniak dalam hubungan seksual. Aku pun mampu bertahan lama dalam menghadapi lawan jenisku. Untungnya aku tergolong pendiam, sehingga orang tetap mengenalku sebagai Kundalini yang pendiam. Dan memang, aku minder sehingga kurang banyak berteman.

Selama ini aku menjalin hubungan dengan temanku yang bernama Prast. Prast tidak terlalu good looking, namun dapat dikatakan point tujuh, berkulit gelap, tinggi kurus. Bulu matanya kata teman-temanku indah seperti bulu mata cewek. Namun ada sesuatu yang lebih dari sekedar tampilan fisik. Setelah membaca ceritaku, mungkin anda akan paham apa yang dinamakan pria idaman, bagaimana definisinya. Mungkin ini pulalah yang membuat dia banyak mempunyai teman wanita, yang terus terang terkadang (meski jarang) aku agak sedikit cemburu.

Menurut ceritanya, dia hanya berpacaran dengan beberapa cewek dulunya, namun kurasa pasti lebih dari puluhan. Dengan dia pula lah aku pertama kali mengenal hubungan seks, dan ternyata aku sangat menyukainya. Kami melakukannya hampir setiap malam. Peristiwa ini berawal 3 tahun yang lalu ketika aku masih kuliah.

Waktu itu aku ke rumah Prast. Seperti biasa, kami nonton film di rumahnya. Kebetulan waktu itu Prast punya film bagus yang judulnya 'Powder'. Kami rebahan sambil ngobrol, sementara Prast asyik merokok. Selama ini, hubunganku hanya sebatas snogging, necking atau petting saja, tidak pernah intercourse. Kalaupun ada yang harus disebutkan lagi, paling heavy petting saja.

Namun siang itu terjadi sesuatu yang tidak kami perkirakan sebelumnya. Entah siapa yang memulai, aku atau Prast. Kami saling berpagutan, sementara tangan Prast masuk ke baju yang kukenakan dan meremas-remas payudaraku. Satu yang kusukai dari Prast adalah dia selalu membuka bra yang kukenakan tanpa menggunakan tangan, tetapi menggunakan gigi. Itupun tanpa perlu melepas baju yang kupakai. Dia biasanya menggigit hook bra-ku hingga lepas. Aku menyukainya ketika giginya terasa menyentuh punggungku.

Tangan Prast sekarang tidak lagi hanya bermain di payudaraku, namun sudah mulai turun membelai pusarku. Bibirnya pun meniup-niup pusarku. Geli rasanya, namun sangat merangsang. Lidahnya menjilati bulu-bulu yang ada di atas kemaluanku. Bolak-balik dari pusar ke atas kemaluanku. Aku paling suka jika Prast melakukan hal ini. Terutama waktu lidahnya menari menjilati sisi atas, kiri dan kanan dekat kemaluanku. Nikmatnya tidak terkira.

Aku pun mulai meremas-remas batang penis Prast. Dia sangat menyukainya. Tanganku merogoh masuk ke dalam jeans-nya. Tidak puas dengan hanya merogoh, kubuka dan kulepaskan celananya. Celana dalamnya kelihatan penuh dan ujung kemaluannya muncul dari celana dalamnya. Aku tertawa kecil melihatnya. Kusentuh dengan menggunakan ujung jariku, Prast menggeliat kegelian dan cekikian. Prast menindihku dan kami bergumul di atas karpet.

Sejauh ini kami hanya bermain seperti hal di atas. Hanya menggesek-gesekkan kemaluan kami tanpa melakukan intercourse. Namun siang itu rupanya lain, aku meraih celana dalam Prast dan melepaskannya, dan Prast pun berbuat demikian padaku. Celana dalamku lepas sudah, sementara baju masih kupakai. Prast sendiri pun demikian. Praktis pusar ke bawah, kami bebas.

Kembali Prast menindihku diikuti dengan ciuman-ciuman yang mesra. Badanku terasa panas bergelora. Kurasakan badan Prast hangat menindihku. Batang kemaluan Prast menggesek-gesek di belahan kemaluanku. Prast mencoba menusukkannya. Aku pun, jujur saja sudah ingin melakukan persetubuhan, namun aku takut hamil. Tetapi akhirnya Prast membujukku untuk sedikit menggesekkan kepala kemaluannya ke lubangku. Aku menurut saja.

Kepala kemaluannya terasa hangat menyentuh klitorisku. Nikmat kurasakan kegelian yang memuncak ketika kepala kemaluan itu menyentuh lembut. Kami tidak tahan lagi akan sensasi yang tercipta oleh gesekan itu. Tanpa kusadari, gerakan tubuhku rupanya membuat kepala kemaluan Prast tidak saja menyentuh klitorisku, namun kini telah penetrasi lebih jauh masuk ke lubang vaginaku. Aku kaget, berusaha menolak. Namun, dorongan untuk mencoba lebih jauh akibat kenikmatan itu telah membutakanku. Aku pikir sebentar lagi saja, ah.. tanggung.

Aku kaget setengah mati ketika kutarik kemaluan Prast terlihat darah di kepala kemaluannya. Aku pikir ini pasti darah keperawananku. Aku menangis, menyesal. Kenapa tidak berhenti waktu kemaluan Prast hanya menyentuh klitorisku. Kembali aku menangis dan menangis menyesalinya. Prast mencoba meredakan tangisku. Namun aku tetap merasa tidak tenang. Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja ke tempat kostku.

Seminggu setelah kejadian itu, aku pikir aku sudah tidak perawan lagi. Kenapa juga waktu itu aku berhenti sebelum mengalami kenikmatan. Itu juga tidak akan mengubah keadaan. Menangis pun percuma karena kenyataan akan tetap sama. Akhirnya waktu malam itu Prast datang, aku berhubungan badan dengannya. Lagian aku ingin menikmatinya pula. Aku tidak mau membohongi diri sendiri. Kami melakukannya di kursi tamu di teras tempat kostku yang gelap.

Aku memang lebih suka memakai rok dibanding dengan celana kalau di rumah. Karena itulah, mudah saja bagiku untuk bersanggama di teras. Terlebih lagi, kalau di tempat kostku, apalagi kalau sedang kencan dengan Prast, aku memang jarang memakai celana dalam. Aku lebih senang yang praktis seperti ini. Meskipun selama ini kami hanya heavy petting saja atau kubiarkan Prast meraba-raba kemaluanku. Namun malam ini aku memutuskan untuk melakukannya. Kalau kupikir, aku sudah tidak perawan, kenapa tidak kunikmati saja hal ini.

Prast memang ahli dalam foreplay, pandai sekali dia merangsangku sebelum akhirnya kami bersanggama. Rambutku yang panjang sepinggang dinaikkannya, dan diciuminya punggung leherku. Turun sanpai ke hook bra-ku. Digigitnya pelan dan dilepaskannya dengan mulut. Bagian inilah yang paling kusuka. Gigitannya terasa sangat mesra di punggungku.. diangkatnya kaosku dan tangannya terasa mesra membelai punggungku. Aku benci dengan orang yang terburu-buru meremas payudara. Mereka tidak dapat menghargai keindahan seni bercinta.

Aku duduk di atas Prast. Aku rasakan kemaluannya sudah mendesak tegang. Kuarahkan tanganku ke belakang dan menyusup masuk ke celananya. Aku sudah hapal ini. Agak susah memang, namun terasa asyik sekali ketika ujung jariku menyentuh kepala kemaluannya. Perlahan diangkatnya tubuhku. Secara refleks aku pun mengangkat rokku sedikit. Dalam posisiku agak sulit untuk mencopot kancing celana dan menurunkan resletingnya. Prast membantuku. Kemaluannya kini tegak tinggi.

Pernah aku mencoba mengukur kemaluan Prast, panjangnya sekitar 27 cm. Entah itu besar atau hanya sedang-sedang saja. Tetapi indah. Ototnya tampak menggelembung di keremangan terasku yang terpisah tirai bambu dengan jalan raya yang ada di atas tempat kostku. Aku segera menurunkan tubuh sekaligus membimbing kemaluan Prast ke lubang kemaluanku. Aku turun perlahan, berusaha menikmati segala keindahan yang tercipta dari fantasi cinta kami. Kurasakan agak sakit ketika pertama kali kemaluannya menyeruak masik ke lubangku. Untungnya kemaluanku sudah basah akibat foreplay yang dilakukannya, sehingga tidak terlalu perih waktu penisnya penetrasi masuk ke vaginaku. Uuughh, nikmatnya selangit. Kurasakan tubuhku memanas dan semakin panas serta melambung tinggi.

Pelan-pelan aku mulai menaik-turunkan tubuhku di atas Prast. Prast pun berusaha mengimbanginya dengan menusukkan batang kemaluannya dari bawah. Sodokan Prast terasa menyakitkan, tetapi juga nikmat. Aku mencoba menurunkan tubuhku secara penuh agar kemaluan Prast masuk semua ke dalam kemaluanku, namun Prast bilang itu menyakitkan biji pelirnya. Aku pikir benar juga. Akhirnya aku memintanya untuk menyodokkan kemaluannya keras-keras dan seluruhnya ke dalam vaginaku, karena kupikir dia lah yang memiliki ukuran apakah itu menyakitkan bijinya atau tidak.

Ternyata kenikmatan yang tercipta akibat sodokan itu sangat hebat. Aku menggeliat-geliat, sementara Prast tetap mencoba menahan tubuhku agar tidak terlalu banyak bergerak dan jatuh ke tubuhnya. Aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dengan hebat. Gejolak yang kurasa ketika kami hanya melakukan gesekan kemaluan kalah jauh bila dibandingkan dengan kenikmatan yang tercipta waktu batang Prast penetrasi ke lubangku. Kalau saja aku tahu kenikmatan yang tercipta sedahsyat ini, pasti aku sudah melakukannya dari dulu-dulu. Lagian, apa sih enaknya mempertahankan keperawanan.

Kurasakan batang Prast menyodok-nyodok dengan kasar. Aku mencoba bergerak memutar, karena gatalnya kemaluanku akibat sodokannya. Tanpa kusadari, ternyata rotasi tubuhku semakin memperhebat kenikmatan yang kurasa. Selama kurang lebih 15 menit penis Prast serasa bagai poros yang mengaduk-aduk isi kemaluanku. Prast pun meracau tidak karuan. Aku semakin menggila akibat kenikmatan itu. Putaranku makin kupercepat, searah jarum dan berbalik melawan jarum jam bersamaan dengan gerakan sodokan Prast. Wow, nikmatnya, bung. Anda harus mencoba hal ini dengan pasangan anda.

Prast memintaku untuk menghentikan sebentar permainan gilaku ini. Aku berpikir, aku memang baru sekali ini melakukannya, tetapi memang bercinta hal yang alamiah. Tanpa belajar pun aku rupanya dapat melakukannya. Sejenak kami terengah-engah dan terperangah oleh permainan kami sendiri. Aku baru tahu, permainan gaya inilah yang nantinya dikatakan Prast sebagai gaya anjing (doggy style). Hanya saja kami melakukannya tidak dengan posisi tubuhku bersandar ke tembok/kursi atau berdiri empat kaki seperti anjing dan ditusuk dari belakang. Kami melakukannya dengan dengan cara duduk, yang ternyata nantinya kuketahui memiliki kenikmatan yang sama namun tidak menyakitkan seperti jika dilakukan dengan posisi tubuh bersandar ke tembok/kursi atau apapun.

Kami hampir tidak percaya kami dapat bercinta sehebat itu. Prast dan aku terdiam sejenak, mencoba mengatur napas dan menenangkan diri akibat sensasi yang begitu intens dari persanggamaan itu. Kalaupun kami mengetahuinya, kami hanya menontonnya dari film-film yang memang sering kami tonton. Namun mengalaminya sendiri adalah satu hal lain yang benar-benar berbeda. Tidak heran kalau banyak orang yang gemar kawin kalau memang kenikmatannya seperti ini. Tidak heran pula kalau banyak kasus seks pra nikah, karena memang enak.

Setelah sekitar 5 menit menenangkan diri dan mengatur napas, Prast menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Kemudian dia menghadap ke arahku dan menusukkan kembali penisnya ke kemaluanku. Agak susah memang, karena teras kostku gelap. Kubimbing penisnya ke mulut vaginaku dan secara refleks Prast langsung menusukkan kemaluannya. Oooh.., nikmatnya waktu kurasakan kemaluan Prast menggaruk dinding dalam lubang kemaluanku.

Kini aku berada di bawah, dengan posisi duduk mengangkang membuka kedua pahaku lebar-lebar. Prast kembali menusukkan dan menggoyang seperti yang kulakukan waktu aku berada di atasnya. Hunjaman itu terasa menggelitik dinding kemaluanku yang semakin gatal. Basah makin kurasakan vaginaku oleh cairanku yang keluar melumasi bagian dalam. Aku turut mencoba menggoyangkan pantatku, namun agak sulit, karena aku di posisi bawah. Akhirnya aku mencoba mengimbanginya dengan menggoyang ke kiri kanan saja.

Tangan Prast yang tadinya bertumpu pada pegangan kursi panjang aku angkat agar meremas payudaraku. Aku sudah tidak tahan lagi. Sensasi ini sudah demikian menggila. Pundak Prast kugigit. Kepalaku terhentak ke kanan dan kiri. Kukibas-kibaskan rambut panjangku. Tidak puas, kujambak rambutku sendiri akibat kenikmatan yang kurasa.

Sudah setengah jam lebih kami bersetubuh, namun belum tampak tanda-tanda Prast akan mengakhirinya. Sementara aku sudah gilanya menikmati setiap tusukan penisnya yang disertai goyangan memutar. Kurasakan bagai tombak yang menghunjam. Mengaduk-aduk seluruh syaraf nikmat yang ada dalam vaginaku. Kalau tidak takut ketahuan oleh teman sekost pun mungkin aku sudah berteriak-teriak, mengekspresikan segala kenikmatan yang kurasa.

Tidak tahan lagi aku mencapai puncak setelah sekitar 45 menit bersanggama. Entahlah, apakah itu tergolong lama atau tidak, namun kenikmatan yang kurasa tidak mampu kutahan lagi. Dahsyat sekali waktu aku mencapai orgasme sanggama pertamaku ini (kalau orgasme akibat gesekan saja sih aku sudah sering mengalaminya, itu pun setelah satu jam atau lebih).

Basah kurasakan sampai pahaku, mungkin akibat cairanku yang meluap-luap. Aku menjambak rambutku sendiri. Kedua pahaku kurapatkan, kakiku mencengkeram pinggangnya dan menariknya, memaksanya untuk memasukkan penisnya secara penuh ke kemaluanku. Nikmat sekali mencapai orgasme. Prast berbisik lembut agar aku menahan dan tetap bercinta. Anggukanku dibalasnya dengan tusukan tajam yang makin cepat. Kubiarkan saja dia mengobrak-abrik dinding kemaluanku. Pasrah, namun tetap berusaha mengimbangi dan menikmati sambil berharap semoga dia tidak langsung keluar.

Benar saja, baru setelah dua puluh menit aku orgasme, Prast baru mencapai orgasmenya. Dia meracau tidak karuan dan menggenggam pundakku kencang-kencang. Sakit, tapi kucoba menahannya dengan mengatupkan gigiku karena aku tahu Prast memerlukannya. Segera dicabutnya penisnya dari kemaluanku dan langsung dikocoknya di depanku. Spermanya muncrat dan ditumpahkannya ke payudaraku. Ada sebagian yang mengenai wajahku dan tembok di belakangku.

Ooh.., nikmatnya, waktu kurasakan hangat spermanya menyentuh kulit payudara dan wajahku. Langsung kuusap. Aku tidak mau begitu saja melewatkan kehangatan spermanya di atas puting payudaraku. Diciuminya aku. Kubalas dengan pagutan mesra. Nikmat dan mesra sekali kami malam itu. Meskipun pemula, kini aku tahu teknik untuk menghindari kehamilan dengan mengeluarkan penis dari lubangku dan mengocoknya untuk membantu Prast orgasme.

Bersambung ke bagian 02
readmore »»  

Arsip Blog